Setnov Bebas Bersyarat, Komisi III DPR Hormati Putusan Hukumnya

Setnov Bebas Bersyarat, Komisi III DPR Hormati Putusan Hukumnya


Anggota Komisi III DPR Hinca Panjaitan menyebut keputusan bebas bersyaratnya eks Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) usai menjalani masa tahanan selama 7,5 tahun dalam kasus korupsi e-KTP, harus dihormati.

“Kami hormati putusan hukum yang dijalani beliau,” ujar Hinca kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, Senin (18/8/2025).

Menurutnya, pembebasan bersyarat adalah mekanisme yang ada di lembaga pemasyarakatan (lapas). “Dan berlaku bagi semua narapidana sesuai dengan persyaratan dan tolok ukur yang ada. Tentu kita hormati juga sebagai SOP di sana,” katanya.

Sebelumnya, Majelis Hakim Mahkamah Agung (MA) yang diketuai Surya Jaya akhirnya memutus permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan Ketua DPR, Setya Novanto. Terpidana kasus korupsi proyek e-KTP ini harus menunggu selama 1.956 hari atau 5 tahun, 4 bulan, dan 8 hari hingga permohonannya dikabulkan.

Permohonan PK mulai diperiksa pada Senin, 27 Januari 2020, dan diputuskan pada Rabu, 4 Juni 2025.

“Usia perkara: 1.984 hari. Lama memutus: 1.956 hari,” demikian tertulis dalam laman Kepaniteraan MA, dikutip Rabu (2/7/2025).

Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim yang terdiri dari Surya Jaya, Sinintha Yuliansih Sibarani, dan Sigid Triyono mengabulkan PK Setnov. Hukuman penjaranya Kementerian non pendidikan dari 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan.

“Pidana penjara selama 12 tahun dan 6 (enam) bulan dan pidana denda Rp500.000.000,00 subsidair 6 (enam) bulan kurungan,” tulis amar putusan PK.

MA juga menjatuhkan pidana tambahan berupa larangan menduduki jabatan publik selama dua tahun enam bulan setelah Setnov selesai menjalani masa pidana pokok. Vonis ini memangkas hukuman tambahan dari pengadilan Tipikor sebelumnya, yang mencabut hak politik Setnov selama lima tahun setelah keluar dari penjara.

Setya Novanto mulai ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 17 November 2017. Setelah vonisnya berkekuatan hukum tetap (inkrah), ia dipindahkan ke Lapas Sukamiskin pada 4 Mei 2018. Hingga kini, ia telah menjalani masa pidana sekitar 7,5 tahun.

Dalam kasus korupsi e-KTP yang merugikan negara sebesar Rp2,6 triliun, Setnov disebut menerima keuntungan sebesar USD7,3 juta serta sebuah jam tangan mewah Richard Mille RM011 senilai USD135 ribu.

Atas perbuatannya, Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 April 2018 menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan, serta kewajiban membayar uang pengganti senilai kerugian negara.

Jika uang pengganti tidak dibayar, maka harta benda milik Setnov akan disita dan dilelang. Bila hasil lelang masih belum mencukupi, maka sisa kewajiban akan diganti dengan tambahan pidana dua tahun penjara.

Komentar