Celios: Pemangkasan TKD Picu Gejolak Politik di Daerah, Sri Mulyani Harus Tanggung Jawab

Celios: Pemangkasan TKD Picu Gejolak Politik di Daerah, Sri Mulyani Harus Tanggung Jawab


Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyebut, kebutuhan daerah akan pembiayaan meningkat. Sayangnya, pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang dipimpin Sri Mulyani Indrawati malah memangkas anggaran transfer keuangan daerah (TKD). Angkanya besar pula.

“Mungkin bagi daerah yang PAD (Penerimaan Asli Daerah)-nya tinggi, tidak masalah. Tapi, bagi daerah kelas dua atau tiga, yang bergantung kepada DAU, sangat memberatkan,” kata Huda saat berbincang dengan Inilah.com di Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Dampak pemangkasan TKD itulah, lanjut Huda, banyak kepala daerah yang nekat mengerek naik pajak bumi dan bangunan (PBB). “Karena muncul kebutuhan untuk meningkatkan PAD, salah satu cara termudah adalah menaikkan pajak bumi dan bangunan. Apalagi kebijakan PBB ini, wewenangnya ada di kabupaten dan kota,” lanjut Huda.

Ia menyebut, daerah terpaksa menaikkan tarif pajak daerah untuk memenuhi kewajiban, seperti membayar pegawai hingga pembangunan. “Jadi saya rasa ini bukan hanya salah dari pemerintah daerah, tapi harus ada tanggung jawab dari pemerintah pusat,” sambungnya.

Namun, tentu hal ini akan berdampak ketika Pemda menaikkan pajak daerah adalah protes dari warga yang semakin terhimpit. Apalagi, sudah ada kasus PHK, pendapatan berkurang, kemudian ingin diberikan kenaikan pajak daerah. Sama seperti yang terjadi di Pati, Jawa Tengah, ketika amarah warga meluap merespons keputusan Bupati Sudewo menaikkan PBB.

“Pun ada juga opsi daerah mengeluarkan utang daerah yang membuat keuangan daerah akan tertekan. Keuangan daerah tidak akan sustain, jika keuangan daerah bertumpu pada utang,” jelasnya.

“Utang daerah pun akan berakibat pada kapasitas fiskal daerah akan semakin menyempit ke depan. Maka saya rasa pilihan utang daerah bukan kebijakan yang bijak dan ‘berbahaya’ bagi keuangan daerah ke depan,” tandas Huda.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menegaskan penurunan anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Dipicu peralihan anggaran ke belanja pemerintah pusat.

Dalam RAPBN 2026, anggaran TKD ditetapkan sebesar Rp650 triliun, terkoreksi sebesar 24,8 persen dari proyeksi TKD 2025 sebesar Rp864,1 triliun.

“Kalau TKD mengalami penurunan, kenaikan dari belanja pemerintah pusat di daerah itu naiknya jauh lebih besar,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers RAPBN dan Nota Keuangan 2026 di Jakarta, Jumat (15/8/2025).

Menurut dia, manfaat dari program belanja pemerintah pusat juga dirasakan oleh masyarakat di daerah. Sebagai contoh, program perlindungan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Kartu Sembako, program pendidikan Sekolah Rakyat dan Sekolah Unggul Garuda, Makan Bergizi Gratis (MBG), subsidi energi dan non-energi, hingga program ketahanan pangan seperti lumbung pangan dan cadangan pangan oleh Perum Bulog.

Sri Mulyani menyebut, program-program itu, dan program lain yang menyentuh langsung kepada masyarakat, alokasinya mencapai Rp1.376,9 triliun dari belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2026.

“Untuk TKD, saya rasa tadi kompensasi dari kementerian/lembaga yang belanjanya di masing-masing daerah harus makin dikoordinasikan dengan pemerintah daerah, sehingga baik pemerintah maupun rakyat memahami program-programnya,” ujar dia.

 

Komentar