KPK Soroti Bebas Bersyarat Setya Novanto: Hukuman Harus Beri Efek Jera

KPK Soroti Bebas Bersyarat Setya Novanto: Hukuman Harus Beri Efek Jera


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyoroti bebas bersyarat yang diberikan kepada eks Ketua DPR RI, Setya Novanto (Setnov), terpidana kasus korupsi proyek e-KTP. KPK menilai hukuman seharusnya memberikan efek jera.

“Penegakan hukum tindak pidana korupsi tentu harus mempertimbangkan efek jerah yang ditimbulkan dari hukuman tersebut,” kata Jubir KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Menurut Budi, hukuman yang memberikan efek jera tidak hanya penting untuk penindakan terhadap Setnov, tetapi juga berdampak pada upaya pencegahan agar pihak lain tidak melakukan praktik korupsi.

“Pencegahan berikutnya. Sehingga efek jera yang ditimbulkan dari penegakan hukum tersebut tidak hanya memberikan efek jera kepada para pelakunya, tapi juga menjadi pembelajaran bagi masyarakat,” ujarnya.

Budi menambahkan, perkara e-KTP tidak hanya menimbulkan kerugian besar bagi keuangan negara, tetapi juga berdampak luas pada masyarakat Indonesia, khususnya dalam pelayanan publik.

“Sehingga korupsi sebagai kejahatan luar biasa yang dampaknya sudah nyata-nyata betul dirasakan ini butuh upaya-upaya ekstra, baik penindakan maupun pencegahannya,” tutur Budi.

Meski demikian, KPK menghormati keputusan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) melalui Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Ditjen Pas) yang memberikan bebas bersyarat kepada Setnov.

“Namun demikian, KPK tentu menghormati keputusan bebas bersyarat tersebut sebagaimana kewenangan di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Setnov dikabarkan bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin, Jawa Barat, pada Sabtu (16/8/2025). Kabar ini dibenarkan Kepala Kanwil Ditjen Pemasyarakatan Jawa Barat, Kusnali.

“Betul. Pak Setnov bebas bersyarat,” kata Kusnali di Jakarta, Minggu (17/8/2025).

Ia menjelaskan, pembebasan bersyarat itu diberikan setelah Mahkamah Agung mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setnov. Meski bebas, Setnov tetap wajib melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas).

“Karena beliau setelah dikabulkan peninjauan kembali, 15 tahun menjadi 12 tahun 6 bulan. Dihitung dua pertiganya itu dapat pembebasan bersyarat pada 16 Agustus 2025,” jelasnya.

Sebagai catatan, Setnov adalah terpidana kasus korupsi proyek e-KTP yang merugikan negara Rp2,3 triliun. Pada 2018, ia divonis 15 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti USD 7,3 juta dikurangi Rp5 miliar yang telah dititipkan ke KPK, subsider dua tahun penjara. Selain itu, Setnov dijatuhi hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok.

Namun, pada Juli 2025, Mahkamah Agung mengabulkan PK Setnov. Hukuman penjaranya dipotong menjadi 12 tahun 6 bulan, sementara pidana tambahan pencabutan hak politik dikurangi dari lima tahun menjadi 2,5 tahun setelah masa pidana berakhir. Putusan itu dijatuhkan oleh majelis hakim yang diketuai Hakim Agung Surya Jaya dengan anggota Sinintha Yuliansih Sibarani dan Sigid Triyono pada 4 Juni 2025.
 

Komentar