Selain Wamenaker Noel, KPK Jaring 10 Orang dalam OTT Kasus Pemerasan Sertifikasi K3

Selain Wamenaker Noel, KPK Jaring 10 Orang dalam OTT Kasus Pemerasan Sertifikasi K3


Selain Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer Gerungan atau Noel, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga mengamankan 10 orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).

“(Selain Noel) 10 orang (diamankan),” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Kamis (21/8/2025).

Namun, Fitroh belum menjelaskan latar belakang para pihak yang diamankan hingga berita ini dipublikasikan. Jumlah pihak yang ditangkap masih berpotensi bertambah sesuai perkembangan penyelidikan. Status mereka akan ditentukan dalam pemeriksaan 1×24 jam dan hasilnya bakal dipublikasikan melalui jumpa pers.

Selain mengamankan orang, KPK juga menyita sejumlah barang bukti, di antaranya uang tunai, mobil, hingga motor. Meski demikian, Fitroh belum merinci jumlah uang yang diamankan ketika disinggung mengenai kabar mencapai Rp10 miliar.

“Yang pasti ada uang, ada puluhan mobil dan ada motor Ducati,” ucap Fitroh.

Rangkaian OTT ini dilakukan sejak Rabu (20/8/2025) malam di kawasan Jakarta. Kasus tersebut diduga terkait pemerasan terhadap sejumlah perusahaan dalam proses pengurusan sertifikasi K3.

“Pemerasan terhadap perusahaan-perusahaan terkait pengurusan sertifikasi K3,” kata Fitroh.

Sertifikasi K3 merupakan proses pengakuan resmi bahwa individu atau perusahaan telah memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja yang ditetapkan lembaga berwenang, seperti Kemnaker atau Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Lisensi K3 yang diterbitkan Kemnaker berfungsi sebagai dokumen resmi yang menegaskan pemenuhan syarat keselamatan kerja.

Lisensi ini menjadi instrumen penting pemerintah untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan perusahaan terhadap standar K3. Dengan lisensi tersebut, perusahaan dapat menunjukkan komitmen melindungi tenaga kerja serta menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman.

Sebelumnya, KPK juga tengah menyidik kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kemnaker. Delapan tersangka telah ditahan, dengan nilai pemerasan sepanjang 2019–2024 mencapai Rp53,7 miliar.

Mereka adalah:

1. Haryanto (HY) – Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025): Rp18 miliar

2. Putri Citra Wahyoe (PCW) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp13,9 miliar

3. Gatot Widiartono (GTW) – Koordinator Analisis dan Pengendalian TKA (2021–2025): Rp6,3 miliar

4. Devi Anggraeni (DA) – Direktur PPTKA (2024–2025): Rp2,3 miliar

5. Alfa Eshad (ALF) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1,8 miliar

6. Jamal Shodiqin (JMS) – Staf Direktorat PPTKA (2019–2024): Rp1,1 miliar

7. Wisnu Pramono (WP) – Direktur PPTKA (2017–2019): Rp580 juta

8. Suhartono (SH) – Dirjen Binapenta dan PKK (2020–2023): Rp460 juta

Selain itu, ada dana tambahan Rp8,94 miliar yang diduga dibagikan kepada sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA dalam bentuk uang “dua mingguan”. Dana tersebut juga dipakai untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset atas nama para tersangka dan keluarganya.

Berdasarkan konstruksi perkara, modus yang digunakan berupa pungutan liar berjenjang. Permohonan RPTKA hanya diproses jika pemohon menyetor sejumlah uang. Jika tidak membayar, permohonan diperlambat atau diabaikan. Dalam sejumlah kasus, pemohon juga diminta datang langsung ke Kemnaker dan baru dilayani setelah menyetor dana ke rekening tertentu.

Jadwal wawancara via Skype pun diatur manual dan hanya diberikan kepada pemohon yang membayar. Penundaan penerbitan RPTKA berisiko menimbulkan denda Rp1 juta per hari bagi perusahaan.

Pejabat tinggi seperti Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, dan Devi Anggraeni diduga memerintahkan verifikator—antara lain Putri Citra Wahyoe, Alfa Eshad, dan Jamal Shodiqin—untuk melakukan pungutan terhadap pemohon.

Dana hasil pungutan diduga dibagikan rutin kepada pegawai serta digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk jamuan makan malam. KPK mencatat sebanyak 85 pegawai Direktorat PPTKA turut menerima aliran dana tersebut.

Dari total dugaan hasil korupsi Rp53,7 miliar, sekitar Rp8,61 miliar telah berhasil dikembalikan ke negara melalui rekening penampungan. KPK masih menelusuri aliran dana, termasuk kemungkinan adanya praktik serupa sebelum 2019.

Para tersangka dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, serta Pasal 64 ayat (1) KUHP.
 

Komentar