Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, mengkritik keras kebijakan pemerintah yang tetap membebankan dana Makan Bergizi Gratis (MBG) ke pos pendidikan dalam RAPBN 2026.
Dana MBG total mencapai Rp335 triliun, dengan Rp223,6 triliun diambil dari anggaran pendidikan. Meski Menteri Keuangan Sri Mulyani mengoreksi klaim awal yang menyebut porsi MBG 44 persen dari anggaran pendidikan, JPPI menilai mayoritas pembiayaan program ini masih ditopang dari dana pendidikan.
“Artinya, program MBG akan merusak kualitas pendidikan dan membelokkan peta jalan pendidikan nasional. Kita masih punya masalah banyak: jutaan anak tidak sekolah, kualitas guru rendah, kesejahteraannya memprihatinkan, sekolah rusak, daya tampung kurang. Masalah ini sampai kapan akan dibiarkan atau memang sengaja dipelihara?” tegas Ubaid, Jumat (15/8/2025).
JPPI menyebut ada tiga alasan utama mengapa MBG tidak boleh dibiayai dari pos pendidikan:
Pertama, anggaran pendidikan 20 persen APBN selama ini masih minim untuk kebutuhan dasar. Program Wajib Belajar 12 Tahun saja belum menuntaskan rata-rata lama sekolah anak Indonesia yang masih di angka 9 tahun.
Kedua, MBG bukan fungsi pendidikan.
“Program gizi dan perlindungan sosial mestinya dibiayai dari pos kesehatan atau ketahanan pangan, bukan dari anggaran pendidikan,” kata Ubaid.
Ketiga, risiko penurunan kualitas dan akses pendidikan. JPPI menyinggung putusan Mahkamah Konstitusi tentang sekolah gratis yang sampai kini belum dijalankan.
“Kalau anggaran pendidikan dipakai untuk MBG, jutaan anak putus sekolah bisa terus bertambah. Mutu guru dan kesenjangan antarwilayah juga semakin melebar,” ujarnya.
Ubaid menegaskan penggunaan dana pendidikan untuk MBG justru mengorbankan masa depan anak-anak. “Menggunakan anggaran pendidikan untuk MBG sama saja membajak hak dasar anak atas sekolah yang gratis, berkualitas, dan merata,” pungkasnya.