Anggota Komisi XI DPR RI, Anna Mu’awanah, meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk meninjau ulang kebijakan pemblokiran rekening tidak aktif yang dinilai telah menimbulkan keresahan dan kerugian di kalangan masyarakat.
Anna menegaskan pentingnya PPATK dan otoritas terkait, termasuk perbankan, agar lebih bijak dalam menetapkan parameter rekening tidak aktif dan memberikan notifikasi lebih awal kepada pemilik rekening sebelum dilakukan tindakan pemblokiran.
“(Kami mendorong) PPATK melakukan klasifikasi yang lebih akurat antara rekening tidak aktif karena faktor administratif biasa dan rekening yang memang patut dicurigai secara transaksional,” kata Anna kepada wartawan, Kamis (31/7/2025).
Lebih lanjut, ia juga meminta adanya pemberitahuan bertahap. Sebelum dilakukan pemblokiran, Anna mendorong pihak bank memberikan notifikasi berjenjang kepada nasabah, baik melalui email, SMS, maupun aplikasi perbankan.
Ketiga, skema rekonsiliasi. Menurut Anna, Pemerintah perlu mendorong adanya forum antara PPATK, OJK, dan perbankan untuk mengevaluasi kebijakan pemblokiran rekening agar tidak merugikan masyarakat umum yang tidak terlibat dalam aktivitas keuangan ilegal.
“Dan yang keempat, literasi keuangan. Ini saya kira juga penting dilakukan untuk memperkuat literasi keuangan masyarakat, termasuk sosialisasi mengenai ketentuan rekening dorman (tidak aktif) dan potensi konsekuensinya,” tutur politikus PKB.
Anna menegaskan, upaya memberantas tindak pidana keuangan harus tetap menjunjung asas keadilan dan tidak menimbulkan kegelisahan publik yang justru melemahkan kepercayaan terhadap sistem keuangan nasional.
“Kita mendukung langkah-langkah pemberantasan kejahatan keuangan, tapi jangan sampai masyarakat kecil yang justru menjadi korban. Penegakan harus berimbang antara kepentingan hukum dan perlindungan hak publik,” tegas Anna.
Sementara itu, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana membantah pihaknya akan secara sembarang memblokir rekening warga yang ‘nganggur’ lebih dari 3 bulan.
Ia menyebut hak dana pemilik rekening tidak hilang, melainkan rekeningnya sedang diproteksi dari potensi penyimpangan oleh pihak lain.
“Yang dilakukan adalah negara hadir melindungi pemegang rekening dari potensi penyalahgunaan pihak-pihak yang tidak berwenang,” kata Ivan kepada Inilah.com, Jakarta, Rabu (30/7/2025).
Ivan membeberkan, PPATK menemukan fakta maraknya rekening nasabah yang dijualbelikan, diretas, dananya diambil dan hilang, penyalahgunaan rekening nasabah tanpa hak, untuk kepentingan illegal.
“Kita sudah buka kembali jutaan rekening yang diketahui dimohonkan pemiliknya. Mudah saja mengaktifkan kembali, yang diperlukan adalah nasabah bersangkutan menyampaikan ke bank atau PPATK apakah rekening mau diaktifkan atau ditutup,” tuturnya.
“Ini program bagus untuk menyadarkan publik pentingnya menjaga kemanfaatan rekening masing-masing. Saatnya negara melindungi kepentingan nasabah,” sambung Ivan.