Direktur Eksekutif FIXPOLL Indonesia Mohammad Anas menilai pemberian amnesti terhadap Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, akan memicu retaknya hubungan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
“Keadaan ini membuat Jokowi tidak nyaman, tentu akan membuat retak hubungan politik antara Prabowo dengan Jokowi. Hanya saja (kini) Jokowi tidak memiliki kekuatan politik di parlemen sehingga sulit melakukan manuver strategis,” ujar Anas dalam keterangan yang diterima inilah.com di Jakarta, Jumat (1/8/2025).
“Saat ini, Gerindra dan PDIP tampaknya aktif menjalin komunikasi, PDIP juga terlihat berupaya melobi Prabowo terkait kasus Hasto dan berusaha membangun citra sebagai partai yang tidak bersikap anti-pemerintah di mata publik,” jelas Anas.
Pemberian amnesti ini, menurutnya, akan semakin memperkuat hubungan politik antara Prabowo dan PDIP.
“Dengan adanya amnesti terhadap Hasto, tidak menutup kemungkinan hubungan Prabowo dan PDIP akan semakin erat, bahkan PDIP mungkin akan bergabung ke dalam pemerintahan atau secara administarif tetap oposisi namun mendukung penuh kebijakan strategis pemerintahan selama 5 tahun kedepan,” tambah Anas.
Ia menyebut langkah pemberian amnesti tersebut tidak hanya sekadar keputusan hukum, melainkan memiliki dimensi politik yang kompleks dan strategi Presiden.
“Saya yakin ada proses lobby politik antara PDIP dengan Pemerintah, di mana PDIP kemungkinan akan bergabung Koalisi Pemerintahan sehingga Prabowo mencetak sejarah baru di masa reformasi, di mana semua partai politik di parlemen mendukung pemerintahan Presiden Prabowo sehingga kebijakan strategis bisa berjalan baik,” tuturnya.
Tak hanya itu, menariknya lanjut Anas, terkait simbol politik yang muncul dalam dinamika ini. Ia menyatakan Tom Lembong sebagai simbol poros Anies, sementara Hasto merupakan simbol poros PDIP yang mendukung Ganjar, menjadi representasi dari dua poros politik besar yang saling berhadapan.
“Amnesti dan abolisi ini dapat dilihat sebagai strategi presiden untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa, meskipun tetap saja publik memiliki penilaian tersendiri terhadap langkah tersebut,” jelas Anas.
Langkah strategis ini, kata dia, menunjukkan dinamika politik nasional semakin kompleks, di mana keputusan hukum seringkali dipengaruhi oleh pertimbangan politik dan kepentingan para aktor utama