Peluncuran serangan udara Israel terhadap Iran mendorong Teheran untuk melancarkan gelombang serangan balasan terhadap Israel. Beberapa rudal balistik Iran telah menembus sistem pertahanan rudal Israel dan mengenai target utama.
Serangan Israel yang terus meningkat telah menewaskan lebih dari 430 orang, termasuk wanita dan anak-anak, di Iran. Sebagai balasan, Iran telah menembakkan sekitar 400 rudal dan ratusan pesawat tanpa awak, menewaskan sedikitnya 25 orang di Israel, melukai ratusan orang, dan memaksa warga Israel di seluruh negeri untuk lari ke tempat perlindungan bom.
Beberapa serangan Iran telah menghantam kawasan permukiman di Israel tengah, yang menyebabkan kerusakan berat. Markas besar militer Israel yang dibentengi di Tel Aviv, Kirya, juga terkena serangan.
Iran mengatakan mereka menyerang pusat intelijen militer dan pusat perencanaan operasi badan mata-mata Mossad, setelah menembus sistem pertahanan rudal canggih milik Israel, salah satu yang tercanggih di dunia. Israel sebelum-sebelumnya telah berhasil mencegat sebagian besar serangan udara yang datang dengan Iron Dome miliknya.
Meskipun Iron Dome merupakan jantung pertahanan udara Israel, menurut Alex Gatopoulos, editor pertahanan Al Jazeera, hanyalah bagian dari sistem yang lebih besar mencakup tingkat terendah dari pertahanan udara terpadu. Iron Dome mendeteksi roket atau rudal yang masuk, menentukan jalurnya, dan mencegatnya.
Israel mengatakan Iron Dome 90 persen efektif. Sistem ini mulai beroperasi pada 2011 setelah dikembangkan untuk melawan serangan roket selama perang dengan Hizbullah pada 2006. “Iron Dome dirancang untuk mencegat roket tingkat rendah yang tidak dapat dideteksi oleh sistem lebih besar,” kata Gatopoulos
Israel juga memiliki sistem rudal permukaan-ke-udara Barak-8, yang mencegat rudal jarak menengah. Juga ada sistem Pertahanan Terminal High Altitude Area, yang mencegat rudal balistik jarak pendek dan menengah serta David’s Sling, yang mencegat rudal jarak menengah hingga jauh.
Sistem pertahanan rudal Israel menggunakan Arrow-2 dan Arrow-3 untuk mencegat rudal jarak jauh, seperti rudal Iran yang ditembakkan dalam konflik saat ini. Kontraktor utama proyek Arrow adalah Israel Aerospace Industries milik negara. Boeing juga terlibat dalam pembuatan rudal pencegat itu. Arrow-2 dirancang untuk mencegat rudal yang datang sedikit lebih tinggi di dalam dan luar atmosfer Bumi.
Selain menggunakan sistem pertahanan udara, Israel juga melaksanakan pertahanan rudal udara-ke-udara, yang melibatkan penggunaan pesawat terbang, seperti helikopter tempur atau jet tempur, untuk menghancurkan pesawat tak berawak yang menuju Israel.
Sistem pertahanan udara Israel terbuat dari tiga komponen yakni sistem radar, pusat komando dan kontrol, serta peluncur dengan rudal pencegat. Rudal musuh yang masuk dilacak radar kemudian memberi tahu pusat kendali untuk menilai target mana yang harus diserang. “Peluncur biasanya mengirimkan dua rudal pencegat untuk satu rudal musuh yang masuk,” kata Marina Miron, seorang peneliti pascadoktoral di King’s College London, mengutip Al Jazeera.
Semua sistem pertahanan udara dilengkapi dengan rudal pencegat dalam jumlah terbatas. Jumlah pasti rudal pencegat dalam sistem pertahanan udara Israel tidak diketahui publik.
Apakah Iran Berhasil Menembus Pertahanan Udara Israel?
Akhir pekan lalu, seorang pejabat militer Israel mengatakan sistem pertahanannya memiliki tingkat keberhasilan 80 atau 90 persen, menekankan bahwa tidak ada sistem yang memiliki tingkat keberhasilan sempurna. Ini berarti beberapa rudal Iran telah menembus benteng tersebut.
Meskipun kita tidak tahu persis bagaimana beberapa rudal Iran berhasil melewati sistem pertahanan udara Israel, ada beberapa kemungkinan cara drone dan rudal Iran berhasil menghindari intersepsi. Salah satu cara Iran menghindari pertahanan udara Israel adalah dengan menghabiskan rudal pencegat Israel.
“Tidak ada sistem yang mampu menembak jatuh [rudal] 100 persen,” kata Miron. “Anda tidak akan bisa menembak jatuh lebih banyak rudal jika Anda hanya memiliki jumlah pencegat yang terbatas.”
Gatopoulos mengatakan Iran memiliki rudal hipersonik, reaksi langsung terhadap sistem pertahanan rudal balistik yang terus berkembang dan matang. Salah satu cara untuk menghindari sistem pertahanan udara adalah dengan menggunakan rudal yang terbang lebih cepat, sehingga sistem pertahanan udara memiliki lebih sedikit waktu untuk bereaksi.
Miron mengatakan rudal hipersonik sulit dicegat oleh sistem pertahanan udara bahkan jika terdeteksi oleh radar. Beberapa rudal hipersonik juga dilengkapi dengan wahana luncur hipersonik (HGV), hulu ledak dipasang pada rudal yang dapat bermanuver dan meluncur dengan kecepatan lima kali lebih cepat dari kecepatan suara. Di Iran, Fattah-2 menggunakan HGV. “Kelihatannya seperti rudal biasa dengan wahana yang dipasang di ujungnya,” kata Gatopoulos.
Ia menjelaskan bahwa selain melaju lebih cepat, juga bergerak zig-zag dan tidak bergerak pada jalur yang dapat diprediksi seperti rudal balistik biasa. Pergerakan yang cepat dan tidak menentu tersebut menghindari sistem pertahanan udara, yang dirancang untuk memprediksi jalur rudal.
Iran memiliki rudal jelajah di gudang persenjataannya, seperti rudal Hoveyzeh, dan telah menggunakan rudal semacam itu terhadap Israel. Meskipun lebih lambat daripada rudal balistik tapi dapat terbang seperti pesawat tanpa pilot, rendah dan stabil, menyelinap melewati pertahanan udara.
Cara lain untuk menguji sistem pertahanan udara adalah dengan membebani sistemnya secara berlebihan mengelabui mereka dengan umpan drone dan rudal. “Itu terlihat sebagai ancaman di radar, tetapi sebenarnya tidak. Dan biasanya umpan semacam itu digunakan untuk mengosongkan cadangan rudal pencegat sehingga rudal dan drone yang sebenarnya dapat melewatinya,” imbuh Miron.
Miron menambahkan bahwa beberapa rudal juga dilengkapi dengan teknologi penekan radar yang membuatnya tidak terdeteksi oleh sistem pertahanan udara.