Kabar gembira datang dari Jepang. Angka ayah yang mengambil jatah cuti merawat anak alias cuti ayah di tahun 2024 melonjak drastis, mencapai 40,5 persen. Ini rekor tertinggi sepanjang sejarah!
Data survei pemerintah Jepang, yang dirilis Rabu (30/7/2025), menunjukkan kenaikan signifikan 10,4 poin persentase dibanding tahun sebelumnya. Tren positif ini sudah berlangsung 12 tahun berturut-turut.
Pemicunya? Salah satunya program cuti ayah baru yang diluncurkan pada 2022. Aturan anyar ini memang dirancang untuk mempermudah para ayah mengambil cuti, jauh lebih fleksibel dari skema sebelumnya.
Jika tren ini berlanjut, target pemerintah Jepang untuk mencapai 50 persen ayah mengambil cuti pada 2025 bukan sekadar mimpi.
Namun, ada catatan penting. Angka pengambilan cuti ini masih sangat bervariasi, tergantung ukuran perusahaan dan jenis industrinya.
Ibu Tetap Juara, tapi Tantangan Masih Ada
Sementara itu, para ibu tetap perkasa. Sebanyak 86,6 persen ibu yang memiliki bayi mengambil cuti melahirkan dari pekerjaan mereka. Angka ini dua kali lipat lebih banyak ketimbang cuti ayah, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang.
Mengapa banyak pria masih enggan mengambil cuti ayah? Sebagian besar diyakini merasa terbebani, khawatir menambah beban kerja rekan-rekannya di kantor.
“Penting untuk menciptakan masyarakat yang menghormati keinginan pekerja yang ingin mengambil waktu istirahat,” ujar seorang pejabat kementerian.
Di Jepang, ada program pascakelahiran yang memungkinkan ayah mengambil cuti hingga empat minggu dalam delapan minggu setelah bayi lahir. Ini tambahan dari cuti orang tua standar yang bisa dipakai sampai anak berusia satu tahun.
Survei menunjukkan, total 40,5 persen responden mengambil salah satu dari cuti tersebut, atau bahkan keduanya.
Jurang Kesenjangan di Balik Angka
Melihat lebih detail, ada kesenjangan mencolok. Di perusahaan dengan 100 hingga 499 karyawan, 55,3 persen ayah mengambil cuti. Angka serupa (53,8 persen) juga terlihat di perusahaan raksasa dengan 500 karyawan atau lebih.
Sebaliknya, di perusahaan kecil dengan lima hingga 29 pekerja, hanya 25,1 persen ayah yang berani mengambil cuti. Sementara di perusahaan menengah (30 hingga 99 karyawan), angkanya 35,8 persen.
Ini jelas menunjukkan, pekerja di UMKM masih menghadapi tantangan besar untuk bisa menikmati jatah cuti ayah.
Kesenjangan juga tampak jelas di berbagai sektor industri. Properti, jasa penyewaan barang, jasa gaya hidup, dan hiburan mencatat tingkat pengambilan cuti ayah di bawah 20 persen. Sementara di sektor keuangan dan asuransi, angkanya melonjak di atas 60 persen.
Survei ini mencakup pekerja yang mengambil cuti orang tua hingga 1 Oktober 2024, untuk bayi yang lahir antara Oktober 2022 hingga September 2023. Dari 6.300 perusahaan yang disurvei, 3.383 perusahaan memberikan respons.