Direktur Tipidum Bareskrim Polri Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro memberikan keterangan pers usai melakukan pertemuan dengan jajaran Ditreskrimum Polda NTB mendengar pemaparan tentang penyidikan kasus kematian Brigadir MN di Polda NTB, Mataram, Kamis (10/7/2025). (Foto: Antara/Dhimas B.P.)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penanganan kasus kematian Brigadir Nurhadi yang hingga kini masih ditangani Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) itu.
Temuan itu didapat setelah Bareskrim turun memberikan asistensi atas kasus tersebut.
“Karena hasil pembuktian secara saintifik, menunjukkan masih ada penerapan pasal yang kurang tepat, serta kami menyarankan tambahan pasal dalam kasus ini,” kata Direktur Dittipidum Bareskrim Polri, Brigjen Pol Djuhandani Raharjo Puro dikutip Minggu (13/7/2025).
Djuhandani mengatakan terdapat dua kejanggalan serius yang menjadi perhatian. Salah satunya berkaitan dengan upaya salah satu tersangka terhadap pihak medis.
“Klinik pertama tidak mendokumentasikan luka korban karena tekanan dari pihak tertentu. Ini diduga dilakukan salah satu tersangka. Selain itu adanya dugaan intimidasi salah satu tersangka terhadap dokter agar tidak menjalankan SOP medis,” katanya.
Ia menyebut salah satu dokter bahkan diduga mendapat intimidasi agar tidak menjalankan prosedur medis semestinya. Menurutnya, hal ini menimbulkan dugaan kuat adanya upaya sistematis untuk menghilangkan jejak kekerasan terhadap korban.
Selain itu, lanjut dia, kejanggalan lain muncul dari tidak sinkronnya waktu pelaporan, olah TKP, serta permintaan autopsi yang baru dilakukan beberapa hari setelah korban dinyatakan meninggal.
“Penetapan pasal juga masih belum final, antara opsi Pasal 359 KUHP mengenai kelalaian menyebabkan kematian dan Pasal 351 Ayat 3 KUHP tentang penganiayaan berat, maupun potensi Pasal 338 tentang pembunuhan,” ucapnya.
Fakta mengejutkan lainnya adalah temuan penggunaan narkoba oleh korban maupun sejumlah tersangka. Terlebih, ada rekaman video yang menunjukkan korban masih dalam keadaan hidup sesaat sebelum akhirnya tewas.
Sehingga dengan temuan itu, data digital dan bukti forensik bisa menjadi kunci pembuktian dalam kasus ini. Termasuk potensi penerapan Pasal 221 KUHP tentang Obstruction of Justice dalam kasus ini.
“Pasal ini bisa jadi sebagai petunjuk pelaku utama,” katanya.