Beras Dioplos Negara Boncos! Mengurai Benang Kusut Distribusi Beras Demi Pangan Berdaulat

Beras Dioplos Negara Boncos! Mengurai Benang Kusut Distribusi Beras Demi Pangan Berdaulat

You Are What You Eat

“Bayangkan, sebuah negara-bangsa yang rakyatnya banyak yang menderita gizi buruk atau kelaparan dapat dipastikan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) nya rendah. Padahal, kunci kemajuan dan kesejahteraan sebuah bangsa bukan terletak pada kekayaan alam, tetapi lebih pada kualitas SDM-nya,” Prabowo Subianto

Dalam Rapat Koordinasi Terbatas Tindak Lanjut Arahan Presiden Terkait Manipulasi Harga Beras dan Beras Oplosan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Jumat (25/7/2025), sejumlah stakeholder siap memperbaiki tata Kelola beras dalam negeri.

Sebagai upaya untuk kedaulatan pangan yang dicita-citakan Presiden Prabowo, Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Hadi, Kabareskrim Polri Komjen Pol. Wahyu Widada, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Febrie Ardiansyah, memastikan program prioritas presiden berjalan sesuai arahan.

Untuk urusan hukum, Polri dan Kejagung berjibaku mengejar produsen nakal yang diduga kuat mengoplos beras untuk mencari keuntungan lebih.

Sementara urusan tata kelola beras, Kementan hingga Bapanas, bersatu mengurai rantai distribusi dari petani sampai ke konsumen agar tak kusut dan harganya sesuai.

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB), Dwi Andreas Santosa saat berbincang dengan inilah.com menyebut, persoalan beras oplosan ini “sukses” membuat rakyat sebagai konsumen panik.

Menurutnya, perlu ada batasan jelas soal beras oplosan hingga potensi kerugian negara yang ditimbulkan.”Diksi Oplosan itu tidak tepat, Karena apa? Oplosan itu bermakna negatif, berbahaya, mengganggu kesehatan dan sebagainya itu istilah oplosan. Dulu pernah keluar isu beras oplosan yang dicampur plastik, jadi itu definisi oplosan,” kata Dwi Andreas.

Andreas kemudian menjabarkan bahwa mencampur beras atau istilah blending, merupakan hal lumrah dalam dunia perberasan.”Dan apakah pencampuran beras itu hanya terjadi di Indonesia yang tidak di seluruh dunia yang beras dicampur. Dicampur misalnya antar-varitas, varitas A, B, C, misalnya kalau di perusahaan-perusahaan besar kan mereka biasanya hanya menggunakan tiga varitas, lalu itu kemudian dicampur, lalu itu salah? Ya enggak lah,” terang Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) itu.

Dari hasil penyidikan Bareskrim Polri, diketahui modus operandi yang dilakukan oleh para pelaku usaha yaitu melakukan produksi beras premium dengan merek yang tidak sesuai standar mutu yang tertera pada label kemasan yang terpampang di kemasan tersebut, menggunakan mesin produksi baik modern maupun tradisional, artinya dengan teknologi yang modern maupun manual.

Bareskrim juga melakukan pengecekan sampel ke laboratorium pengujian standar instrumen pascapanen pertanian. Saat ini baru 5 merek yang sudah keluar hasilnya. Dari hasil penyidikan sementara ditemukan 3 produsen atas 5 merek tersebut, yaitu merek beras premium.

Sesuai Peraturan Badan Pangan Nasional No. 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras, kelas mutu beras dibagi jadi beras premium, beras medium, beras submedium, dan beras pecah. Mutu beras ditentukan atas dasar kriteria keamanan, kandungan gizi, organoleptik, fisik, dan komposisi.

Rp100 Triliun yang Bikin Prabowo Mendidih

Pengamat Pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori, dalam paparannya meragukan angka kerugian yang mencapai Rp100 triliun akibat praktik oplos mengoplos beras.

Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang beredar di pasar saat ini, adalah hasil oplosan. Beras program pemerintah dioplos jadi beras premium.

“Sekitar 80% beras SPHP dioplos. Hanya 20% yang dipajang sesuai aturan. Ini terjadi karena setelah di kios tak ada instrumen untuk mengontrol. Beras SPHP dioplos jadi beras premium. Kalau 1,4 juta ton dikalikan 80% itu 1 juta ton. 1 juta ton dikalikan Rp2.000 (per kg), jadi Rp2 triliun. Itulah kerugian negara dalam satu tahun akibat kecurangan ini,” kata Khudori kepada inilah.com.

Ihwal apakah 212 merek beras, yang diberitakan diduga melakukan tiga pelanggaran –mengurangi timbangan, menurunkan mutu, dan menjual di atas HET– termasuk mengoplos beras SPHP, perlu dipastikan apakah betul terbukti ada campuran beras SPHP di dalamnya? Atau hanya temuan kualitas yang tidak sesuai dan atau timbangan yang kurang?”Ini perlu diluruskan agar tidak keliru memahami hingga berujung keresahan,” terangnya.

Dan ‘mengurangi timbangan’ itu bukan karena dioplos atau tidak. Beras tidak dioplos pun bisa tidak sesuai takaran: antara label dengan isi. Ihwal kandungan broken saat diuji dan disebut sebagai pelanggaran mutu juga perlu ada toleransi. Karena, hemat saya, tidak ada sistem pemisahan beras utuh dan patahan secara tepat 100%, demikian pula mesin pencampurannya. Lebih dari itu, masih banyak penggilingan yang tidak memiliki dan menggunakan sistem modern pemisahan dan pencampuran beras dan patahannya. Dalam pengemasan, transportasi, dan bongkar juga berpotensi menambah broken atas beras yang sudah terkemas.

“Di manapun tentu ada saja pengusaha nakal dan culas dengan cara menipu untuk menangguk untung besar. Tidak hanya di sini, di luar negeri juga ada. Itu kan normal di mana saja,” katanya.

“Pemerintah harus pastikan apa penyebab terjadinya tiga temuan dugaan pelanggaran itu? Apa Akar masalahnya? Kalau enggak menyentuh akar masalah, akan kembali berulang. Saat ini ada insentif yang tidak seimbang di antara pelaku perberasan dari hulu hingga hilir. Pelaku di hilir terjepit oleh HET. Ini perlu penyesuaian,” tegasnya.

Tata Kelola Beras Ideal, Kedaulatan Pangan Bukan Lagi Angan-angan

Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Universitas Pertanian Bogor (IPB) dalam jurnal ilmiahnya menyebut salah satu syarat mencapai kedaulatan pangan adalah peningkatan produksi pangan hingga secara nasional, total produksi pangan harus lebih besar ketimbang kebutuhannya.

Selain itu, IPB juga mendapat celah untuk mengurangi kebutuhan beras nasional dengan merubah komposisi asupan makanan.

Dalam menu makanan mayoritas penduduk masih terlalu besar porsi karbohidratnya, berupa beras (140 kg per kapita) dan mie gandum (20 kg per kapita). Indonesia merupakan bangsa pengkonsumsi beras terbesar di dunia, rata-rata konsumsi beras dunia hanya 60 kg per kapita (FAO, 2013). Tak heran, bila penderita diabetes terbanyak di dunia menimpa bangsa Indonesia.

“Kita harus membiasakan dan menikmati sumber karbohidrat selain beras dan gandum, yang potensi produksinya sangat besar di tanah air, seperti sagu, sorgum, dan umbi-umbian. Produksi mie berbasis tepung tapioka, sorgum, dan sumber non-gandum lainnya harus terus dikembangkan. Dengan cara demikian, kita tidak hanya akan mampu berswasembada beras, tetapi juga bisa mengurangi impor gandum yang tahun lalu mencapai 7,2 juta ton,” tulis IPB dalam laporannya.

Pemerintah lewat Rapat Koordinasi Terbatas Tindak Lanjut Arahan Presiden terkait Manipulasi Harga Beras dan Beras Oplosan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan di Jakarta, Jumat (25/7/2025), memutuskan untuk mensubsidi transpostasi.

Hal ini dinilai krusial untuk menjaga stabilitas harga komoditas pangan utama di pasaran.

Kenaikan harga beras kerap terjadi, bahkan di daerah penghasil komoditas tersebut. Kondisi ini menyebabkan beban ekonomi bagi masyarakat. Data menunjukkan tren peningkatan jumlah daerah yang mengalami kenaikan harga beras.

Pada minggu ketiga Juli 2024, jumlah kabupaten atau kota yang terdampak kenaikan harga beras meningkat signifikan. Dari 178 lokasi, kini meluas menjadi 205 kabupaten atau kota. Oleh karena itu, pengaturan distribusi yang lebih baik menjadi prioritas utama pemerintah.

Biaya logistik seringkali menjadi faktor dominan dalam pembentukan harga akhir beras di pasaran. Pemberian subsidi transportasi komoditas pangan dapat menjadi solusi efektif. Kebijakan ini diharapkan dapat mengurangi beban biaya yang ditanggung distributor. Dengan demikian, harga jual beras kepada konsumen dapat ditekan.

Strategi ini bertujuan untuk memastikan pasokan beras dapat menjangkau seluruh wilayah dengan harga yang terjangkau. Pengelolaan biaya distribusi beras secara efisien sangat vital. Ini akan membantu menjaga daya beli masyarakat.

Komentar