Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU) mempertimbangkan dua opsi banding atau tidak atas putusan Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap terdakwa Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, mengatakan dua pertimbangan itu meliputi putusan hakim yang menjatuhkan vonis 3 tahun 6 bulan penjara kepada Hasto, lebih rendah dari tuntutan jaksa selama 7 tahun, serta bebasnya Hasto dari dakwaan perintangan sebagaimana dituntut jaksa.
“Jadi gini, banding itu, ini kan ada dua putusan, yang satu vonis ya, kemudian yang kedua lepas ya atau bebas,” ucap Setyo kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (31/7/2025).
Setyo menyebut dua pertimbangan itu akan dilaporkan kepada pimpinan KPK, ia sendiri mengaku belum menerima laporan resmi dari jaksa. Menurutnya, batas waktu pengajuan banding jatuh pada Jumat (1/8/2025) besok, atau tujuh hari setelah putusan tingkat pertama dibacakan pada Jumat (25/7/2025) lalu.
“Nah sampai dengan hari ini, kami belum menerima laporannya, itu saya sudah cek, masih ada waktu sampai dengan hari Jumat, sampai dengan besok. Nah besok pasti ada keputusan dan akan diupdate,” kata Setyo.
Ia meyakini bahwa KPK telah jelas membuktikan Hasto merintangi proses penanganan perkara suap Harun Masiku. Namun, KPK tetap harus menghormati putusan hakim yang menyatakan unsur perintangan penyidikan tidak terbukti.
“Ya pastinya begini, ya persangkaannya kan sudah jelas dengan sengaja barang siapa mencegah merintangi, menghalang-halangi gitu, tapi kemudian hakim berpendapat lain, ya pasti saya yakin kita semuanya menghargai apa yang menjadi keputusan hakim,” ujarnya.
Sementara itu, secara terpisah, Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto menegaskan bahwa JPU KPK resmi mengajukan banding.
Salah satu alasan banding adalah keberatan atas vonis hakim yang dinilai terlalu ringan, yakni hanya 3 tahun 6 bulan penjara dari tuntutan 7 tahun. Jika mengacu pada ketentuan 2/3 dari tuntutan, maka vonis minimal seharusnya adalah 4 tahun 8 bulan.
“Karena putusan kurang dua pertiga dari tuntutan, maka penuntut umum ajukan banding,” ujar Fitroh saat dikonfirmasi wartawan, Kamis (31/7/2025).
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan Hasto Kristiyanto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan dalam kasus korupsi yang melibatkan calon anggota legislatif DPR RI, Harun Masiku. Meski begitu Hasto tetap divonis 3,5 tahun karena terbukti menjadi donatur suap.
“Berdasarkan keseluruhan fakta tersebut, tidak terbukti adanya kesengajaan terdakwa Hasto Kristiyanto untuk mencegah atau merintangi atau menggagalkan proses penyidikan,” ucap Hakim Anggota Sunoto saat membacakan putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).
Dalam pertimbangannya, hakim menilai unsur kesengajaan untuk mencegah, merintangi, atau menggagalkan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan terhadap tersangka, saksi, atau terdakwa dalam perkara korupsi tidak terpenuhi.
Hakim menyatakan bahwa KPK masih dapat melanjutkan penyidikan kasus Harun Masiku, sebagaimana dibuktikan dengan adanya surat perintah penyidikan tertanggal 9 Januari 2020. Hakim juga menyebut bahwa ponsel yang diduga direndam oleh staf Hasto, Kusnadi, atas perintah Hasto, masih ada dan telah disita KPK pada 10 Juni 2024.
Hakim menyebut perintah merendam ponsel terjadi pada 8 Januari 2020. Sementara itu, penetapan tersangka atau dimulainya penyidikan terhadap Harun oleh KPK baru dilakukan pada 9 Januari 2020.
Dengan demikian, hakim menyimpulkan bahwa pada 8 Januari 2020, KPK masih berada dalam tahap penyelidikan. Sesuai ketentuan UU Tipikor, unsur perintangan penyidikan hanya berlaku dalam tahap penyidikan, bukan penyelidikan.
Namun, dalam dakwaan lain terkait suap, Hasto dinyatakan terbukti bersalah dan dijatuhi pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan serta denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU KPK yang menuntut hukuman 7 tahun penjara dan denda Rp600 juta subsider enam bulan kurungan.
Hasto terbukti menyediakan dana suap sebesar Rp400 juta yang akan diberikan kepada eks Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017–2022, Wahyu Setiawan, untuk mengurus pergantian antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif DPR RI terpilih dari Dapil Sumatera Selatan I, dari Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.