Israel kembali menuai kontroversi. Seorang jenderal purnawirawan, Aharon Haliva, melontarkan pernyataan mengejutkan: “Warga Palestina harus dibantai, termasuk anak-anak.”
Pernyataan ini terungkap dalam sebuah rekaman yang disiarkan oleh stasiun televisi Israel, Channel 12, pada Minggu (17/8/2025). Dalam rekaman tersebut, Haliva mengatakan, setiap satu korban tewas akibat serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, harus dibalas dengan 50 nyawa warga Palestina. “Sekarang, tidak masalah jika mereka anak-anak,” ucapnya tanpa tedeng aling-aling.
Jenderal yang pensiun pada April 2024 ini bahkan mengklaim bahwa jumlah korban tewas di Gaza –yang kini telah mencapai lebih dari 61.000 orang– adalah sebuah keniscayaan. Menurutnya, jumlah ini dibutuhkan untuk mengirimkan pesan kepada generasi Palestina di masa depan.
“Mereka perlu Nakba sesekali untuk merasakan akibatnya,” katanya, merujuk pada pengusiran massal 700 ribu lebih warga Palestina dari tanah mereka pasca-pembentukan Israel pada 1948. Nakba sendiri berarti ‘bencana’ atau ‘malapetaka’ dalam bahasa Arab.
Pernyataan Haliva ini merupakan wujud gamblang dari hukuman kolektif terhadap warga sipil yang secara tegas dilarang oleh hukum internasional. Komentarnya makin memperpanas retorika genosida yang telah santer digaungkan oleh berbagai pemimpin dan media Israel sejak serangan Hamas.
Angka Korban yang Sering Dicibir
Yang menarik, Haliva justru tampak mendukung angka korban tewas yang dirilis oleh otoritas kesehatan di Gaza. Angka tersebut selama ini kerap dicap sebagai propaganda oleh para pejabat Israel, meskipun data dari otoritas Gaza sudah berulang kali terbukti akurat dalam berbagai konflik sebelumnya.
‘Fakta bahwa sudah ada puluhan ribu korban tewas di Gaza diperlukan dan dibutuhkan untuk generasi mendatang,” tegas Haliva dalam rekaman tersebut.
Channel 12 tidak menjelaskan secara gamblang bagaimana mereka bisa memperoleh rekaman tersebut. Surat kabar Haaretz mendeskripsikannya sebagai sebuah format yang memungkinkan seorang perwira pensiunan ‘untuk memberikan wawancara tanpa benar-benar diwawancarai’.
Haliva sendiri di kalangan publik Israel dikenal sebagai sosok yang ‘moderat’ dan kerap mengkritik pemerintahan sayap kanan yang dipimpin Benjamin Netanyahu. Hal ini ia sampaikan sendiri dalam rekaman tersebut.
Perang di Gaza pecah setelah Hamas menyerbu Israel pada 7 Oktober. Akibat serangan balasan Israel, jumlah korban tewas di Gaza yang dirilis Kementerian Kesehatan setempat dilaporkan melampaui 50.000 jiwa pada Maret, dan kini melonjak hingga 60.000 jiwa.
Sementara itu, data resmi Israel menyebutkan hanya sekitar 20.000 militan Hamas yang tewas. Artinya, sebagian besar korban tewas di Gaza adalah warga sipil.