Terkait banyaknya tambang nikel yang mengancam keindahan alam di Raja Ampat, Papua Barat Daya, menjadi atensi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia.
Seluruh pemilik tambang nikel yang beroperasi di kawasan destinasi wisata unggulan, bakal dipanggil Menteri Bahlil. “Saya akan evaluasi. Akan ada rapat dengan dirjen. Saya akan panggil seluruh pemiliknya, mau BUMN atau swasta,” ucap Menteri Bahlil, setelah menghadiri Human Capital Summit di Jakarta, ditip Rabu (4/6/2025).
Menteri Bahlil menilai, ada kearifan lokal yang belum disentuh dengan baik dalam pelaksanaan aktivitas pertambangan. Di sisi lain, ada aspirasi dari masyarakat Papua yang menginginkan pembangunan smelter di sana.
Menurut Menteri Bahlil, kompleksitas pertambangan di Papua membutuhkan perlakuan khusus, karena terkait aturan daerah otonomi. “Kami harus menghargai, karena Papua itu kan ada otonomi khusus, jadi perlakuannya juga khusus. Nanti saya pulang akan evaluasi,” tutur Ketua Umum Partai Golkar itu.
Sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu menyebut ada dua tambang nikel yakni PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining, beroperasi di Raja Ampat.
“Kedua perusahaan ini bergerak di tambang nikel yang telah mengantongi izin berusaha sejak daerah ini masih menjadi satu dengan Provinsi Papua Barat,” kata Julian di Sorong, Senin (19/5/2025).
Selain dua tambang nikel yang berizin itu, menurut dia, terdapat sejumlah perusahaan tambang lain yang beroperasi di Raja Ampat telah, telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum Papua Barat Daya terbentuk.
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, mengeluhkan pemberian dan pemberhentian izin tambang nikel hanya dari Jakarta. Alhasil, pemerintah daerah kesulitan dalam memberikan intervensi terhadap tambang-tambang yang diduga merusak hutan dan ekosistem yang ada.
“97 persen Raja Ampat adalah daerah konservasi, sehingga ketika terjadi persoalan pencemaran lingkungan oleh aktivitas tambang, kami tidak bisa berbuat apa-apa, karena kewenangan kami terbatas,” ujar Orideko di Sorong, Sabtu (31/5/2025).
Dia bilang, Pemkab Raja Ampat berharap, pemerintah pusat meninjau kembali pembatasan kewenangan pengelolaan hutan. “Idealnya, pemerintah pusat memberikan kesempatan bagi masyarakat lokal untuk lebih terlibat dalam pengelolaan hutan dan meningkatkan kesejahteraan warga lokal,” pungkasnya.