Bikin Rusak Raja Ampat, Gerindra Desak Ada Evaluasi Tambang Nikel

Bikin Rusak Raja Ampat, Gerindra Desak Ada Evaluasi Tambang Nikel


Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Budisatrio Djiwandono, mendorong pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Desakan ini menyusul kekhawatiran publik terhadap potensi dampak kerusakan lingkungan di lima pulau kecil seperti Pulau Gag, Kawe, Manuran, Batang Pele, dan Manyaifun yang menjadi lokasi tambang nikel.

“Tentu kami di Fraksi Gerindra DPR RI akan mengkaji isu ini secara lebih seksama, dan mendorong evaluasi menyeluruh mulai dari aspek perizinan, dampak lingkungan, keberlangsungan hidup masyarakat lokal, hingga kepatuhan terhadap prinsip keberlanjutan,serta undang-undang yang berlaku,” ujar Budisatrio dalam keterangannya, Jakarta, Jumat (6/6/2025).

Dia menjelaskan meskipun hilirisasi nikel merupakan salah satu industri strategis nasional, pelaksanaannya tetap harus memperhatikan aspek ekologi dan sosial, terutama di wilayah konservasi seperti Raja Ampat.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 (UU PWP3K) terbuka ruang pengecualian untuk kegiatan pertambangan di pulau kecil, namun harus memenuhi syarat ketat, termasuk pengelolaan lingkungan, kelestarian tata air, dan teknologi ramah lingkungan.

“Pengecualian itu memang diatur, tapi harus dibuktikan bahwa seluruh persyaratannya benar-benar dijalankan di lapangan. Saat ini kami menunggu hasil verifikasi dari Kementerian ESDM dan Kementerian Lingkungan Hidup yang tengah melakukan evaluasi teknis di area pertambangan di lima pulau tersebut,” kata dia.

Budisatrio menegaskan Raja Ampat memiliki nilai ekologis dan ekonomi strategis yang tidak tergantikan. Ia menggarisbawahi bahwa kawasan ini merupakan salah satu pusat keanekaragaman hayati laut terkaya di dunia, rumah bagi lebih dari 1.500 spesies ikan dan 500 spesies karang, serta menjadi bagian dari Coral Triangle yang diakui secara global.

Selain menjadi pusat biodiversitas, menurut Budisatrio, Raja Ampat juga memiliki potensi luar biasa di
sektor ekowisata berbasis masyarakat, penelitian kelautan, dan konservasi lingkungan yang berkelanjutan.

“Kami memahami pentingnya hilirisasi nikel sebagai bagian dari agenda pertumbuhan ekonomi nasional. Namun Raja Ampat juga tidak bisa dilihat semata-mata dari kacamata industri ekstraktif. Ada nilai ekologis, sosial, budaya, dan ekonomi jangka panjang yang jauh lebih besar jika kawasan ini dikelola secara bijak. Nilai-nilai ini juga harus kita perjuangkan,” ucapnya.

Budisatrio mengatakan Partai Gerindra berkomitmen untuk menjaga kelestarian Raja Ampat sebagai bagian dari tanggung jawab merawat warisan hayati bangsa. Ia menegaskan bahwa kebijakan industri di kawasan dengan nilai ekologis tinggi seperti ini harus melalui proses evaluasi yang ketat oleh pemerintah pusat dan daerah, dengan pengawasan dari DPR, serta pelibatan aktif masyarakat setempat.

“Kami menghimbau semua pihak, baik pemerintah, pelaku usaha, hingga masyarakat sipil, untuk bahu membahu menjaga Raja Ampat sebagai aset ekologis dan kebanggaan bangsa,” tegasnya. 

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan dan Pertanahan Provinsi Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu menyebut ada dua tambang nikel yakni milik PT GAG Nikel dan PT Kawei Sejahtera Mining, beroperasi di Raja Ampat.

Kedua perusahaan ini telah mengantongi izin berusaha sejak daerah ini masih menjadi satu dengan Provinsi Papua Barat.

Selain dua tambang nikel yang berizin itu, terdapat sejumlah perusahaan tambang lain yang beroperasi di Raja Ampat telah, telah memiliki izin usaha pertambangan (IUP) sebelum Papua Barat Daya terbentuk.

Sejumlah pihak mengecam aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat, yang dikhawatirkan berdampak terhadap lingkungan sekitar. Pasalnya Raja Ampat merupakan salah satu lokasi wisata unggulan di Indonesia, yang menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik maupun asing. 

Komentar