Anggota Komisi IV DPR Darori Wonodipuro di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. (Foto: Dok. Gerindra).
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Anggota Komisi IV dari Fraksi Partai Gerindra Darori Wonodipuro menyebut masih menanti hasil penyidikan, kasus beras oplosan yang diduga dilakukan oleh 212 merek.
Ia menilai, Wilmar Grup, Food Station, dan Japfa bisa saja dituntut ganti rugi bila ada perintah dari bos perusahaan langsung. “Ya kita tunggu hasil penyidikan, kalau ada perintah bos ya bisa kena,” ucap Darori kepada Inilah.com saat dihubungi di Jakarta, dikutip Selasa (22/7/2025).
Dia mengaku setuju dengan pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut pengoplosan beras merupakan bentuk pembangkangan terhadap negara atau subversi ekonomi. “Ya betul (kasus beras oplosan adalah subversi ekonomi),” kata dia.
Kabar diperiksanya sejumlah produsen beras seperti Wilmar Group, Food Station Tjipinang dan lainnya, diduga meraup untung dengan cara menipu, sudah sampai ke telinga Presiden RI Prabowo Subianto.
Prabowo menekankan kasus beras oplosan adalah pengkhianatan negara. Ia menyebut para pelaku sengaja melakukan tindak pidana tersebut karena tidak ingin melihat Indonesia maju.
“Ini saya sampaikan di acara yang penting ini karena disini banyak bupati, banyak gubernur, yang hadir ribuan kepala desa, saya anggap ini adalah pengkhianat kepada bangsa dan rakyat. Ini adalah upaya untuk membuat Indonesia terus lemah, terus miskin,” kata Prabowo.
Dengan tegas dia menyatakan tidak akan menoleransi para pelaku. Jaksa Agung ST Burhanuddin serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diperintahkan untuk mengusut tuntas kasus beras oplosan. Ia juga meminta mereka untuk menindak para pelaku. “Saya perintahkan Kapolri dan jaksa Agung usut, tindak,” ujarnya.
Prabowo juga memberikan dua pilihan kepada para pelaku. Pertama, mereka diminta untuk mengembalikan kerugian negara sebanyak Rp100 triliun. Kedua, jika mereka tidak bisa mengembalikan, maka Prabowo mengancam akan menutup penggilingan tempat beras oplos diproduksi.
“Kalau mereka kembalikan Rp100 triliun itu, oke. Kalau tidak, kita sita itu penggiling-penggiling padi yang brengsek itu,” paparnya.
Diketahui, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah memeriksa empat produsen atas dugaan pelanggaran mutu dan takaran dalam distribusi beras. Pemeriksaan ini dilakukan setelah Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman membongkar praktik kecurangan tersebut.
“Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Brigjen Helfi menyebut empat produsen yang diperiksa adalah WG, FSTJ, BPR, dan SUL/JG, tanpa merinci materi pemeriksaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, WG mengacu pada Wilmar Group, FSTJ adalah Food Station Tjipinang Jaya, BPR adalah Belitang Panen Raya, dan SUL/JG merupakan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Adapun produk Wilmar Group yang diperiksa meliputi Sania, Sovia, dan Fortune. Sampel beras dikumpulkan dari berbagai wilayah, seperti Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Jabodetabek.
Sementara itu, PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) diperiksa atas produk beras merek Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos, yang sampelnya diambil dari Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat.
PT Belitang Panen Raya (BPR) diperiksa terkait produk Raja Platinum dan Raja Ultima, dengan sampel diambil dari Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek. Sementara PT Sentosa Utama Lestari (SUL)/Japfa Group diperiksa terkait produk Ayana setelah pengambilan tiga sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek.