Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK) Hudi Yusuf menilai langkah Presiden Prabowo Subianto menghapus tantiem komisaris di BUMN sudah tepat. Ia menyebut, selama ini banyak BUMN yang mengalami kerugian meskipun berstatus monopoli.
“Menurut saya hal ini sudah keterlaluan, uang tantiem di BUMN begitu besar dan pantas untuk dihapus oleh Prabowo. Selama ini banyak BUMN mengalami kerugian walau BUMN tersebut monopoli,” ujar Hudi kepada Inilah.com, Senin (18/8/2025).
Ia menekankan, apabila ada BUMN yang tetap merugi, sebaiknya ditutup atau diganti direksinya dengan orang yang mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
“Apabila ada BUMN sampai mengalami kerugian, daripada jadi beban negara seyogyanya ditutup atau cari direktur yang dapat membuat BUMN tersebut memiliki efisiensi dan efektivitas tinggi, sehingga menghasilkan keuntungan untuk negara dan tidak membuat biaya ekonomi bagi rakyat,” tegasnya.
Lebih lanjut Hudi juga meminta keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengawasi kinerja BUMN dan memastikan tak lagi menjadi sarang korupsi di dalamnya.
“Apabila BUMN mengalami kerugian maka perlu ajak KPK, kuatir BUMN tersebut ada ‘tikus’ di dalamnya yang perlu ‘dibasmi’ agar BUMN tersebut sehat lagi,” jelas Hudi.
Di sisi lain, ia juga mengingatkan agar Presiden Prabowo Subianto tidak hanya fokus pada pembersihan BUMN, melainkan juga kabinet di dalamnya.
“Menteri-menteri yang diduga terlibat korupsi juga perlu dibersihkan, jangan ada yang melindungi agar kabinet beliau berjalan dengan baik yang berorientasi mensejahterakan rakyat Indonesia,” ucap Hudi.
Sementara itu, Anggota Komisi III Nasir Djamil menyebut tak mudah menentukan pelaku tindak pidana korupsi, menyusul kabar BUMN yang disebut menjadi sarang korupsi dan merugikan negara.
“Menentukan tindak pidana korupsi itu tidak mudah,” ujar Nasir kepada Inilah.com, Senin (18/8/2025).
Sementara itu, ia juga mendukung adanya penghapusan tantiem dan menilai perlu ada pengawasan ketat, terkait potensi-potensi tindakan yang merugikan negara.
“Soal menghapus tantiem tentu DPR setuju. Tentu bisa (ditemukan pelaku) jika diikuti dengan pengawasan ketat dari Danantara,” tuturnya.
Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto meminta jajaran dewan komisaris hingga dewan direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mundur. Bagi mereka yang merasa keberatan dengan keputusannya menghapus tantiem.
“Kalau direksi itu, kalau komisaris itu keberatan, segera berhenti saudara-saudara sekalian,” kata Prabowo dalam pidato tentang RAPBN Tahun 2026 dan Nota Keuangan di Ruang Paripurna, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (15/8/2025).
Prabowo menuturkan masih banyak anak muda yang berprestasi, yang bersedia menggantikannya.
“Ini serius, tidak masuk akal, ya. Jadi direksi dan komisaris kalau keberatan, tidak bersedia tidak menerima tantiem, berhenti. Banyak anak-anak muda yang mampu, yang siap menggantikan mereka,” ujarnya.
Prabowo menegaskan, penghapusan tantiem dilakukannya karena ia melihat banyak badan usaha pelat merah yang tidak masuk akal. Di mana, perusahaan bisa mengalami itu rugi, namun jumlah komisarisnya terlampau banyak.
Bahkan jumlah tantiem tembus Rp40 miliar setahun, padahal komisaris hanya mengikuti rapat sekali dalam sebulan. Ia pun meminta Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara untuk membereskannya.