Daya Beli Mengering Bikin Ekonomi Nyungsep, Pengusaha Mulai Khawatir Bisnis Ambruk

Daya Beli Mengering Bikin Ekonomi Nyungsep, Pengusaha Mulai Khawatir Bisnis Ambruk


Kalangan pengusaha merasakan betapa gelapnya masa depan ekonomi Indonesia pasca pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) tenang pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 hanya 4,87 persen. Jauh di bawah kuartal I-2024, ekonomi masih bisa ‘bernafas’ ke level 5,11 persen.

“Jika dicermati, faktor konsumsi menjadi biang kerok capaian ini,” kata Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi), Akbar Himawan Buchari di Jakarta, dikutip Jumat (9/5/2025).

Selama ini, belanja pemerintah menjadi pendorong utama bagi pertumbuhan ekonomi, justru babak belur. Perbandingannya, kuartal I-2024, belanja pemerintah tumbuh 20,44 persen. Tapi, kuartal I-2025 justru terjun bebas ke minus 1,38 persen.

Akbar pun menyoroti pengeluaran konsumsi lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT). Kuartal I-2025, LNPRT hanya tumbuh 3,07 persen. Padahal, LNPRT di kuartal I-2024, tumbuh 24,14 persen.

Pun demikian, pengeluaran konsumsi rumah tangga (PKRT), anjlok menjadi 4,89 persen dari kuartal I-2024 yang tumbuh 4,91 persen. Padahal, kontribusi PKRT terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di kuartal I-2025, mencapai 54,53 persen.

“Konsumsi rumah tangga yang kontribusinya lebih dari 50 persen justru melambat. Sederhananya, komponen pengeluaran kita terseok-seok, sehingga membebani pertumbuhan ekonomi,” urai Akbar.

Akbar juga mengkritisi jumlah pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data BPS, jumlah pengangguran sejak Februari 2024, naik 82 ribu orang, atau setara 1,11 persen, menjadi 7,28 juta orang.

Menurut Akbar, indikator pelemahan ekonomi sebenarnya sudah nampak ketika Idul Fitri 2025. Mulai dari penurunan jumlah pemudik hingga 24 persen, dan asumsi perputaran uang yang turun 12,28 persen.

“Artinya, masyarakat memang tidak memegang uang. Kalaupun ada, ya sedikit. Sehingga mereka menahan untuk membelanjakannya. Tanpa momen Lebaran, pasti ekonomi kuartal I-2025, di bawah 4,87 persen,” beber Akbar.

Selanjutnya, Akbar meminta pemerintah segera memperbaiki iklim investasi secara tuntas. Termasuk melakukan deregulasi secara masif. Dengan begitu, investasi baru akan masuk, dan yang eksisting dapat tumbuh.

“Saat ini, yang lebih diutamakan adalah realokasi sumber daya program berorientasi jangka pendek yang berdampak langsung bagi penciptaan lapangan kerja dan daya beli masyarakat. Percepatan belanja Pemerintah menjadi harga mati untuk menstimulus ekonomi,” tutupnya.

 

Komentar