Menjadi ibu bekerja itu bukan perkara sederhana. Di satu sisi ingin profesional, di sisi lain merasa bersalah karena mengorbankan waktu luang dengan sang buah hati. Banyak ibu akhirnya terpaksa bernegosiasi dengan waktu, energi, dan perasaan bersalah, salah satunya dengan memilih tempat penitipan anak atau daycare terbaik
Sebut saja Nana, ibu pekerja yang sudah mencoba berbagai cara agar anak tetap terurus tanpa harus menanggalkan status sebagai wanita karier. Ia mengaku kesulitan saat harus membagi waktu dan fokusnya antara pekerjaan di kantor dan di rumah. Sementara mencari jasa pengasuh yang benar-benar jujur dan tidak problematik begitu sulit di zaman sekarang.
“Saya sudah dari lama mencari pengasuh semacam baby sitter, cuma sulit banget mencari yang jujur dan penyayang, karena saya ingin mbaknya nanti bisa bertahan lama sampai anak saya balita,” ungkap Nana kepada Inilah.com saat ditemui di Jakarta, baru-baru ini.
Titip ke orang tua? Wah, katanya, itu opsi yang penuh dilema. Bukan karena tak sayang, tapi karena tak enak hati dan merepotkan. Solusi akhirnya datang dari tempat sebelumnya tak terbayangkan yakni daycare. Tempat penitipan anak yang kini makin digandrungi karena anak bisa belajar bersosialisasi, bermain, dan yang paling penting—bisa dipantau CCTV dari kantor.
“Kalau di daycare enaknya kita bisa pantau secara virtual lewat CCTV, terus juga anak jadi punya banyak teman, fasilitasnya juga mumpuni sehingga anak jadi punya banyak kegiatan,” tuturnya.
Menuntut Negara Hadir
Namun kebutuhan ini bukan hanya milik Nana. Ribuan ibu lain, dari berbagai profesi, juga menghadapi dilema serupa. Inilah yang coba disuarakan Syahar Banu dari Jaringan Perempuan untuk Negara Peduli Pengasuhan (Jaga Pengasuhan). Pada peringatan May Day 1 Mei lalu, ia bahkan sempat berdemo di depan gedung DPR sambil mendorong stroller anaknya. “Saya cuma minta negara hadir buat kami, bukan hanya pas Pemilu doang,” sindirnya.
Ia berharap tidak ada lagi wanita karier yang harus resign atau harus kehilangan pekerjaan dan penghasilan, karena memiliki anak. Menurut Syahar, sudah saatnya pengasuhan anak dihitung sebagai bagian dari kerja perawatan yang bernilai secara ekonomi.
“Sekarang disebut kita harus berkorban demi anak, tapi anak juga butuh gizi yang baik. Sekarang harga kebutuhan mahal, jangan sampai ibunya resign dan kehilangan pekerjaan kemudian tidak bisa lagi melakukan kerja-kerja upahan, akhirnya dia tidak bisa memenuhi kebutuhan keluarga,” tegas Syahar, di Jakarta Pusat, Jumat (2/5/2025).
Ia meminta pemerintah dapat menghadirkan layanan tempat penitipan anak atau daycare bersubdisi atau kalau bisa gratis. Syahar yakin jika pemerintah serius, tempat penitipan anak bersubsidi bisa terwujud. Ia menyinggung program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang walaupun anggaran lagi sulit, tetapi bisa tetap berjalan karena adanya kemauan politik dari pemerintah. Ia berharap hal ini juga bisa diwujudkan dalam program pengadaan daycare gratis.
“Kenapa daycare tidak bisa? Kalau MBG katanya untuk pencegahan stunting, justru pengadaan daycare itu lebih menyeluruh, karena anak dirawat sejak ada di dalam perut ibu sampai usia 2 tahun. Jadi seharusnya daycare itu disubsidi negara atau dari subsidi perusahaan yang dibantu pengelolaannya oleh negara,” ungkapnya.
Sebagai informasi, penyediaan fasilitas daycare sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada fase Seribu Hari Pertama Kehidupan (UU KIA), tepatnya pada Pasal 30.
Dalam UU dinyatakan, pemberi kerja, penyedia, atau pengelola fasilitas, akomodasi yang layak, sarana, dan prasarana harus memberikan kemudahan dalam penggunaannya bagi Ibu dan anak, termasuk akomodasi yang layak bagi Ibu dan anak penyandang disabilitas. Dukungan fasilitas itu berupa fasilitas pelayanan kesehatan, penyediaan ruang laktasi, dan tempat penitipan anak.
Terbaru, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Indonesia (Kemendukbangga)/BKKBN meresmikan salah satu program percepatan unggulan atau quick win berupa Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya). Wujud dari program ini berupaya penyediaan tempat penitipan anak atau daycare.
Mendukbangga Wihaji menyatakan pihaknya bekerja sama dengan kementerian-kementerian lainnya dalam mewujudkan program ini, mulai dari Kemendagri, KemenPPPA, Kemenkes, Kemenaker, Kemensos, dan Kemenag.
“Enam kementerian itu yang nanti saling support untuk program Tamasya ini, Taman Asuh Sayang Anak yang harapannya menjadi solusi bagi para orang tua yang tetap ingin bekerja tapi anaknya juga bisa dilayani dengan baik,” ucap Wihaji saat meresmikan program Tamasya di kantor Kemendukbangga, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Kamis (15/5/2025).
Ia menyebut program Tamasya ini diperuntukkan bagi pegawai Kemendukbangga tanpa dipungut biaya alias gratis. Wihaji berharap, program ini dapat membantu para pegawai agar tetap bisa bekerja secara tenang tanpa khawatir terhadap anaknya.
“Ini menjadi percontohan, bentuknya daycare bagi teman-teman karyawan, khususnya ASN maupun non-ASN yang bekerja di Kemendukbangga. Kita menyiapkan daycare untuk menitipkan anak-anak,” ungkapnya.
Kalau serius, ini bisa menjadi titik awal revolusi pengasuhan anak di Indonesia. Tapi syaratnya, kemauan politik harus kuat. Kalau program ini berhasil, bukan tidak mungkin daycare gratis akan menyebar ke seluruh penjuru tanah air. Para ibu pekerja bisa mulai berkarir tanpa beban pikiran karena tahu anak mereka dititipkan di tempat aman, nyaman, dan terpantau.