Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengimbau pejabat publik untuk berhati-hati dalam memutuskan kebijakan publik. Diwanti-wanti, demo besar-besaran di Kabupaten Pati harus jadi pembelajaran.
Prasetyo menuturkan setiap pejabat harus menyadari bahwa pernyataan maupun kebijakan yang diambil berpotensi menimbulkan dampak luas di masyarakat.
“Ya kalau dari sisi itu makanya berkali-kali kami selaku pemerintah pusat berulang kali mengimbau bahwa sebagai pejabat-pejabat publik di level apapun baik di pusat, di provinsi maupun di daerah, kita harus menyadari bahwa kita perlu berhati-hati di dalam menyampaikan segala sesuatu,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Prasetyo menyebut pejabat publik dalam pengambilan kebijakan tersebut diperlukan untuk menjaga kepercayaan publik dan mencegah timbulnya gesekan di masyarakat.
“Apalagi menyampaikan sebuah kebijakan-kebijakan yang itu akan berdampak kepada masyarakat,” ucapnya.
Prasetyo menyatakan pemerintah pusat menaruh perhatian serius terhadap perkembangan situasi di Pati. Karena itu, ia pun meminta seluruh pihak untuk menahan diri.
“Nah tentu yang pertama-tama kami selaku pemerintah pusat menaruh perhatian dan memohon kepada semua pihak untuk juga menahan diri,” ujarnya.
Dia mengatakan, telah berkomunikasi langsung dengan Bupati Sudewo dan Gubernur Jawa Tengah untuk mencari solusi terbaik.
“Bapak Bupati juga secara personal kami juga berkomunikasi. Kemudian saya juga memonitor terus berkomunikasi dengan Bapak Gubernur Jawa Tengah, semoga juga segera bisa kita cari jalan keluar terbaik,” paparnya.
Demo di Pati Ricuh
Sekitar 1.000 warga Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menggelar unjuk rasa menuntut Bupati Pati, Sudewo, mundur dari jabatannya karena dinilai arogan.
Aksi tersebut berlangsung di kawasan Alun-alun Kota Pati, tepat di depan pintu masuk Pendopo Kabupaten Pati, Rabu (13/8/2025).
Husen, selaku inisiator aksi, dan Syaiful Ayubi, sebagai orator, menyatakan bahwa Bupati Sudewo layak dilengserkan karena sikapnya yang dianggap arogan.
Dia juga mengajak para pengunjuk rasa untuk bersiap melanjutkan tuntutan pelengseran hingga malam hari, dengan imbauan agar tetap tertib dan tidak anarkis. “Tunjukkan bahwa warga Pati itu santun dan berakhlak, cinta damai dan tidak arogan,” ujar Syaiful.
Aksi ini dipicu oleh kebijakan Pemerintah Kabupaten Pati yang menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. Meski kenaikan tersebut merupakan batas maksimal dan tidak berlaku untuk semua objek pajak—sebagian hanya naik 50 persen—pernyataan Bupati Sudewo yang mempersilakan 5.000 hingga 50.000 orang berunjuk rasa dinilai menyakiti hati warga.
Warga kemudian melakukan aksi donasi dengan mengumpulkan air mineral kemasan kardus di sepanjang trotoar depan pendopo, yang terus mengalir hingga memenuhi kawasan Alun-alun Pati. Untuk mengamankan aksi yang dimulai pukul 08.00 WIB itu, aparat kepolisian telah berjaga di berbagai titik pintu masuk Alun-alun. Hingga pukul 09.00 WIB, jumlah peserta aksi terus bertambah.
Aksi menuntut pelengseran Sudewo di depan Kantor Bupati, Jawa Tengah berujung ricuh hingga tersiar kabar ada dua orang tewas. Demonstrasi yang awalnya berlangsung tertib itu pecah setelah terjadi aksi saling lempar antara massa dengan petugas yang berjaga di halaman kantor bupati.
Bahkan massa juga merusak pagar serta membakar sebuah mobil di kawasan perkantoran tersebut. Polresta Pati bersama personel gabungan dari Polda Jawa Tengah meringkus 11 orang yang diduga provokator.