Fenomena #KaburAjaDulu yang belakangan ini ramai di TikTok, X (Twitter), maupun Instagram bukan sekadar tren iseng atau candaan warganet. Di balik tagar ini, terdapat keresahan yang cukup dalam: banyak anak muda merasa masa depan di Indonesia makin sulit diharapkan. Entah karena situasi ekonomi, politik, atau peluang karier yang dianggap terbatas, narasi “kabur dulu saja” menjadi semacam pelarian psikologis maupun wacana serius.
Namun, yang menarik bukan hanya pesan yang terkandung dalam tagar ini, melainkan bagaimana narasi tersebut menyebar secara masif. Ini tidak lepas dari peran media sosial—yang hari ini bukan sekadar saluran komunikasi, melainkan mesin pembentuk opini dan imajinasi kolektif. Inilah yang bisa kita pahami lewat perspektif determinisme teknologi: teknologi digital, dalam hal ini media sosial, membentuk bukan hanya cara kita berkomunikasi, tetapi juga bagaimana kita memaknai hidup.
Media Sosial Bukan Sekadar Alat
Menurut determinisme teknologi, media sosial tidak bisa dipandang sebagai sarana netral. Ia memiliki daya pengaruh terhadap pola pikir dan perilaku penggunanya. Dalam konteks #KaburAjaDulu, media sosial berperan membentuk narasi bahwa kesuksesan, kebebasan, dan kehidupan yang lebih layak mungkin lebih mudah diraih di luar negeri. Seiring waktu, narasi ini tidak lagi sekadar wacana alternatif, melainkan menjadi bagian dari aspirasi kolektif.
Mengapa media sosial memiliki pengaruh sebesar ini? Salah satunya karena ia menyediakan ruang ekspresi diri dan pelarian. Fitur seperti tweet, balasan, retweet di X, atau video pendek dan komentar di TikTok dan Instagram memungkinkan setiap individu menuangkan keresahan secara terbuka. Ketika seseorang menyuarakan keinginan untuk “kabur”, ribuan respons muncul, memperkuat rasa kebersamaan dalam keresahan itu.
Selain itu, media sosial juga telah mengubah pola komunikasi dan penyebaran informasi. Kita tidak lagi hanya menerima wacana dari media arus utama atau institusi formal. Saat ini, diskursus publik banyak dibangun secara organik di ruang digital, oleh para pengguna biasa. Opini dan perasaan personal dapat dengan cepat berkembang menjadi wacana publik, sebagaimana terjadi pada #KaburAjaDulu.
Peran Algoritma dalam Menguatkan Narasi
Di balik layar, algoritma media sosial turut memperbesar pengaruh ini. Platform seperti TikTok, Instagram, dan X didesain untuk menyajikan konten yang sesuai dengan minat pengguna. Jika seseorang mulai tertarik pada tema tentang kerja atau studi di luar negeri, platform akan terus menghadirkan konten serupa. Akibatnya, persepsi tentang “hidup di luar negeri lebih baik” kian diperkuat, bahkan bisa membentuk keputusan personal.
Dengan kata lain, media sosial bukan hanya ruang berbagi, tetapi juga ruang yang secara aktif membentuk cara pandang penggunanya. Narasi yang sering muncul dalam linimasa pengguna berpotensi memengaruhi cara mereka memaknai pilihan hidup, termasuk keinginan untuk meninggalkan Indonesia.