Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak. (Foto: Dok. DPR).
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PKS, Amin Ak menyoroti tarif impor sepihak dari pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia sebesar 19 persen. Turun dari tarif awal yang dipatok 32 persen.
Namun, diskon tarif resiprokal sebesar 13 persen itu, tidak datang dari langit begitu saja. Pemerintah Indonesia harus menawarkan sejumlah proposal yang memberatkan devisa. Misalnya, Indonesia siap mengimpor energi dari AS senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, dan pembelian 50 unit pesawat Boeing. Totalnya jenderal mencapai US$34 miliar atau setara Rp552 triliun.
“Ini akan menguras devisa karena belanja negara yang sangat besar. Karena itu, saya berharap para pembantu Presiden bisa mengedepankan kehati-hatian agar kedaulatan ekonomi Indonesia tidak tergerus,” ujar Amin kepada wartawan, Jakarta, Rabu (16/7/2025).
Dia menyoroti ketimpangan dalam struktur kesepakatan tersebut. Diketahui, ekspor Indonesia ke AS tetap dikenai tarif resiprokal 19 persen, namum produk-produk AS mulai dari gandum, jagung, hingga pesawat bisa masuk ke Indonesia tanpa bea masuk yang sepadan.
“Di mana prinsip keadilan dagang atau resiprokal yang selama ini digaungkan Trump sendiri. Tarif 19% harus dibayar dengan membuka pasar kita bagi Amerika. Padahal, negara tetangga seperti Singapura hanya dikenai tarif 10 persen,” jelasnya.
Namun demikian, dia memahami kondisi tim negosiator Indonesia yang berada di bawah tekanan sehingga kesepakatan ini adalah bentuk kompromi, meskipun perjanjian ini tidak memperkuat kedaulatan ekonomi nasional.
Ke depan, Amin mendorong, tim ekonomi yang dikomandoi Kemenko Perekonomian lebih transparan dan strategis. Di mana, seluruh isi kesepakatan diumumkan secara terbuka, termasuk kemungkinan adanya klausul tersembunyi terkait akses asing terhadap pengadaan publik, integrasi sistem pembayaran asing ke dalam QRIS, hingga pelonggaran standar halal.
“Perlu juga dinegosiasikan ulang agar resiprokal tarif lebih adil dan bersifat timbal balik. Kalau ekspor kita dikenakan 19%, maka produk AS juga perlu dikenai tarif serupa atau diberi preferensi seperti yang diterima negara ASEAN lainnya,” ucapnya.
Amin mengingatkan, pembelian besar-besaran produk AS terutama sektor pangan dan energi, selain berdampak bagi neraca perdagangan, juga berpotensi memukul sektor produksi dalam negeri.
“Kesepakatan ini jangan sampai membuat kita terlena. Ini bukan akhir, tapi awal dari tantangan baru. Kita harus memastikan bahwa keringanan tarif hari ini tidak berubah menjadi ketergantungan pangan dan energi di masa depan,” tutur dia.