Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi emiten tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL), atau Sritex. Alhasil, status pailit hasil gugatan PKPU PT Indo Bharat Rayon berkekuatan hukum tetap alias inkrah.
Tim kurator pailit Sritex merilis daftar utang perusahaan tekstil di Asia yang jumlahnya cukup banyak. Padahal, sifatnya masih daftar sementara, karena masih berupa versi pengajuan dari kreditur. Totalnya terdapat 1.881 kreditur preferen yang mengajukan tagihan kepada Grup Sritex senilai Rp691,42 miliar.
Kreditur preferen ini, memiliki hak paling istimewa karena mendapat prioritas untuk dilunasi usai likudiasi.Selanjutnya terdapay 22 kreditur separatis dengan nilai tagihan Rp7,2 triliun.
Terakhir, 223 kreditur konkuren yang tidak memiliki jaminan berarti atas aset debitur, namun tetap memiliki hak untuk menagih utang. Tagihan kreditur konkuren mencapai Rp24,74 triliun.
Total jenderal, tagihan utang untuk Grup Sritex kepada tiga jenis kreditur itu mencapai Rp32,63 triliun.
PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) memiliki klaim tagihan paling besar di antara kreditur konkuren. Nilainya mencapai Rp2,99 triliun.
Sebelumnya, Pengadilan Niaga Semarang menolak permohonan kasasi Sritex dan tiga entitas usahanya, yakni PT Bitratex Industries, PT Primayudha Mandirijaya dan PT Sinar Pantja Djaja, dengan nomor putusan perkara No. 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi kreditur konkuren terbesar kedua dengan klaim Rp1,41 triliun. BCA juga menjadi kreditur separatis dengan klaim tagihan Rp24,51 miliar.
Respons BNI (BBNI)
PT Bank Negara Indonesia Tbk (Persero) atau BNI sebagai salah satu kreditur PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) mendapatkan dukungan pemerintah untuk berkoordinasi dengan para kreditur guna memastikan keberlangsungan usaha Sritex.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengatakan, perseroan akan berdiskusi lebih lanjut dengan Pemerintah dan kreditur Sritex lainnya menyusul ditolaknya Kasasi Pailit Sritex oleh Mahkamah Agung.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait, termasuk pemerintah, manajemen Sritex, dan lembaga lainnya untuk merumuskan langkah-langkah strategis dalam mengkaji going concern Sritex,” kata Royke, dikutip Sabtu (21/12/2024).
BNI berupaya mencari solusi terbaik yang dapat menyeimbangkan kepentingan semua pihak, termasuk kreditur lainnya, pemegang saham, karyawan, dan masyarakat luas.
”Kami memahami bahwa Sritex adalah salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia yang telah memberikan kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan ekonomi,” ungkap Royke.
Royke berharap melalui kerja sama yang baik antar semua pihak akan dapat mendukung keberlanjutan usaha Sritex termasuk industri tekstil pada umumnya. BNI juga sudah membentuk level pencadangan yang cukup untuk mengantisipasi risiko kredit Sritex.