Kekalahan 0-1 dari ASEAN All-Stars di Stadion Bukit Jalil bukan sekadar catatan minor di buku uji coba Manchester United, Rabu (28/5). Ia menjadi simbol dari betapa parahnya degradasi kualitas dan identitas klub sebesar Setan Merah. Dalam laga yang seharusnya menjadi hiburan penutup musim, MU justru tampil loyo, miskin kreativitas, dan terlihat seperti tim yang kehilangan arah—baik secara taktik maupun mentalitas.
Media inggris The Sun mewartakan, Ruben Amorim berdiri terpaku di pinggir lapangan, tak banyak ekspresi selain frustrasi.
Meski membawa lima pemain yang bermain di final Liga Europa, dan menurunkan kapten Harry Maguire hingga Casemiro sejak awal, MU tetap tak mampu mengendalikan laga melawan tim kombinasi pemain Asia Tenggara dan Australia. Lebih tragisnya lagi, satu-satunya gol yang bersarang justru datang dari umpan diagonal indah dan eksekusi ciamik pemain Myanmar, Maung Maung Lwin.
Krisis Identitas dan Regenerasi yang Gagal
Pertandingan ini seolah menegaskan satu hal: MU tidak hanya krisis hasil, tetapi juga krisis identitas. Tim seperti ASEAN All-Stars, yang tidak punya waktu banyak untuk membangun kekompakan, justru tampil lebih terstruktur dan penuh energi.
Pergantian pemain di babak pertama, termasuk masuknya pemain akademi, memang membawa sedikit kreativitas, tetapi tetap gagal mengubah nasib. Kehadiran Bruno Fernandes dan Amad Diallo pun tidak berdampak signifikan. Alejandro Garnacho, yang kabarnya akan didepak musim panas ini, justru menjadi satu-satunya ancaman nyata—ironi yang menampar keputusan klub.
Jalan Panjang Menuju Pemulihan
Dalam pernyataan pasca-laga melawan Aston Villa, Amorim menyebut bahwa “hari-hari baik akan datang.” Namun realita di lapangan justru membantah itu. Kekalahan ini hanyalah lanjutan dari musim tanpa gelar yang ditutup dengan posisi ke-15 di Liga Inggris dan kegagalan total di Eropa.
Jika Manchester United, klub dengan sejarah besar dan pendapatan komersial raksasa, bisa begitu mudah dipermalukan di Asia, maka ini bukan hanya soal rotasi pemain atau jetlag. Ini adalah peringatan keras bahwa klub sebesar MU bisa jatuh—dan belum tentu bangkit—jika perombakan struktural tidak segera dilakukan.
Selanjutnya, MU akan menghadapi timnas Hong Kong pada 30 Mei. Bukan soal menang atau kalah lagi—pertanyaannya kini: apakah klub ini masih tahu siapa dirinya?