Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat membatasi jumlah pengunjung dalam sidang Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Pembatasan ini dilakukan karena keterbatasan ruang sidang yang jika tidak dikendalikan bisa menjadi penuh dan sesak.
Hal ini lantaran ruang sidang disesaki para pendukung Hasto.
“Masuk bergantian ya, tunggu ada keluar boleh masuk,” ujar salah satu petugas keamanan saat Inilah.com hendak memasuki ruang sidang, Kamis (17/4/2025).
“Penuh-penuh,” timpal petugas lainnya.
Inilah.com sempat diizinkan masuk hanya untuk mengambil dokumentasi gambar sidang. Terlihat kursi pengunjung didominasi oleh kerabat dan simpatisan Hasto. Hadir pula sejumlah politisi PDIP seperti Ganjar Pranowo, Djarot Saiful Hidayat, dan lainnya.
Sementara itu, para awak media ditempatkan di tribun belakang kursi sidang. Beberapa wartawan bahkan terpaksa duduk di lantai karena keterbatasan kursi. Hal ini tentu saja menyulitkan sejumlah media dalam meliput persidangan.
Sidang Hasto Dilarang Disiarkan Langsung
Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Rios Rahmanto, melarang jurnalis yang meliput sidang Hasto untuk melakukan siaran langsung (live streaming). Namun demikian, kegiatan dokumentasi tetap diperbolehkan.
“Karena ini acaranya saksi mungkin, kepada rekan pers silakan merekam, tapi tidak ada live streaming. Ya jadi hanya sekadar untuk peliputan silakan,” kata Hakim Rios di Pengadilan Tipikor Jakarta pada PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Hakim Rios juga melarang pengunjung sidang merekam video karena dikhawatirkan dapat disalahgunakan. Ia menegaskan bahwa proses persidangan telah direkam secara resmi oleh pihak pengadilan.
“Kepada pengunjung agar tidak merekam karena dikhawatirkan nanti dapat disalahgunakan. Dalam persidangan ini juga sudah terekam oleh alat sehingga inshaallah akurat dan selama dalam sudah cukup,” ujar Hakim Rios.
Dalam sidang pemeriksaan saksi tersebut, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tiga saksi dalam sidang perdana pemeriksaan terhadap Hasto. Sidang digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Jaksa KPK, Muhammad Takdir Suhan, menyebutkan bahwa ketiga saksi tersebut adalah mantan Ketua KPU Arief Budiman, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Namun, Agustiani Tio tidak hadir dalam persidangan.
Dalam perkara ini, Hasto didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 65 Ayat (1) KUHP.
Jaksa menyebut Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk menenggelamkan ponselnya saat operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 2020, serta meminta Kusnadi untuk membuang ponselnya saat Hasto diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Juni 2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap sebesar Rp600 juta kepada mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan secara bersama-sama oleh advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio.
Menurut jaksa, suap tersebut bertujuan agar Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019–2024 melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).
Atas perbuatannya, Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam eksepsinya, Hasto mengklaim dirinya dijadikan tersangka oleh KPK setelah partainya memecat Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, sebagai kader PDIP.
Ia juga menilai dakwaan jaksa merupakan daur ulang dari perkara yang telah berkekuatan hukum tetap dan sebelumnya menjerat Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, serta Saeful Bahri.