DPR: Jumlah Kelas Menengah Anjlok karena Kurang Perhatian Pemerintah

DPR: Jumlah Kelas Menengah Anjlok karena Kurang Perhatian Pemerintah


Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKS, Amin AK menilai, merosotnya jumlah masyarakat kelas menengah menjadi kelompok bawah atau rentan miskin, disebabkan karena kurangnya perhatian dari pemerintah.

“Setidaknya, menurut banyak ahli, kebijakan pemerintah saat ini banyak berfokus pada 20 persen kelompok masyarakat terbawah, dan 10 persen kelompok ekonomi atas. Jadi kelas menengah ini kurang diperhatikan,” ucap Amin di Jakarta, dikutip Jumat (13/9/2024).

Ia menyatakan, setidaknya ada lima kebijakan pemerintah yang sangat berdampak pada merosotnya jumlah masyarakat kelas menengah. “Pertama, kenaikan PPN yang baru saja naik menjadi 12 persen. Kedua, rencana pemerintah yang membatasi BBM bersubsidi per 1 Oktober 2024 mendatang,” ujarnya.

Selanjutnya, rencana penyesuaian subsidi tiket KRL pada 2025, rencana iuran dana pensiun tambahan, serta asuransi TPL kendaraan yang juga direncanakan tahun depan.

“Ini kan semua nyasar mengenai kelas menengah. Dan kalau kita lihat jumlah data BPS tahun 2019, jumlah kelas menengah kita 57 juta sekian per hari ini kurang lebih tinggal 40 juta,” ungkap dia.

“Berarti kan ada penurunan 10 juta orang dan ini terancam menjadi meningkatkan kelompok orang miskin,” sambungnya.

Oleh sebab itu, Amin meminta agar Kementerian Investasi dapat memberi perhatian kepada masyarakat kelompok menengah.

“Salah satunya dengan melakukan investasi yang berdampak baik, sekaligus mampu menyerap tenaga kerja lokal dengan maksimal,” tandasnya.

Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen (SBM) Institut Teknologi Bandung (ITB), Muhammad Yorga Permana menilai, minimnya lapangan kerja sektor formal, memicu semakin tergerusnya jumlah kelas menengah.

Saat ini, banyak pekerja sektor formal yang beralih ke sektor informal, terutama setelah pandemi COVID-19. Seiring munculnya angkatan kerja baru, ternyata tak serap ke lapangan kerja formal. Mereka pun menambah sesak lapangan kerja informal.

Padahal, kata dia, lapangan kerja informal cenderung tidak layak karena tak mendapatkan pendapatan yang memadai dan tak memiliki jaminan sosial.

“Saya percaya kelas menengah yang bertumbuh, tidak bisa hadir. Tidak bisa ada terus, tanpa adanya akses pekerjaan yang baik dan stabil. Inilah yang membuat pekerjaan yang layak semakin mendesak untuk kelas menengah,” kata Yorga, Senin (9/9/2024).

Yorga mengatakan, penurunan jumlah pekerja di sektor formal mulai terlihat pada 2014, di mana pekerjaan sektor formal tetap tumbuh 2 juta per tahun seperti tahun-tahun sebelumnya, tetapi pekerja mandiri (self employment) juga meningkat, hingga kemudian terjadi fenomena gig economy.

Komentar