DPR Pertimbangkan Panggil Google, Cemas Data Pelajar Disalahgunakan untuk Bisnis

DPR Pertimbangkan Panggil Google, Cemas Data Pelajar Disalahgunakan untuk Bisnis


Komisi I DPR RI membuka peluang memanggil pihak Google guna meminta klarifikasi terkait kerja sama raksasa teknologi itu dengan Kemendikbudristek era Nadiem Makarim, berkenaan perlindungan data pelajar yang dikhawatirkan dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis.

“Tidak menutup kemungkinan untuk memanggil pihak Google guna meminta klarifikasi terkait keamanan data pelajar dalam kerja sama dengan Kemendikbudristek,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono dalam keterangan tertulis kepada Inilah.com, Minggu (15/6/2025).

Dave menjelaskan, rencana pemanggilan tersebut akan mempertimbangkan terlebih dahulu proses penyidikan yang tengah berlangsung di Kejaksaan Agung terkait dugaan korupsi dalam pengadaan laptop Chromebook pada Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022.

“Langkah ini harus mempertimbangkan aspek hukum dan penyidikan yang masih berlangsung, termasuk dugaan korupsi pengadaan Chromebook serta potensi konflik kepentingan dalam kerja sama ini,” kata Dave.

Ia menyatakan, Komisi I DPR RI akan terus mengawal perkembangan kasus tersebut guna memastikan bahwa kepentingan nasional tetap terjaga. “Dan setiap kebijakan yang menyangkut data pelajar berorientasi pada perlindungan dan transparansi,” ucapnya.

Dave kembali menegaskan bahwa data pelajar merupakan aset strategis nasional. Jika dimanfaatkan untuk tujuan bisnis tanpa persetujuan yang jelas, hal itu dapat menimbulkan ancaman terhadap privasi dan keamanan generasi muda.

“Oleh karena itu, idealnya data pelajar tidak boleh digunakan untuk kepentingan bisnis, kecuali ada regulasi yang memastikan bahwa penggunaannya dilakukan secara aman, transparan, dan sesuai dengan kepentingan pendidikan nasional,” katanya.

Catatan redaksi Inilah.com, saat menjabat Mendikbudristek, Nadiem menjalin sejumlah kerja sama dalam program digitalisasi pendidikan dengan Google. Salah satu yang disorot adalah pengadaan laptop dan LCD pada 2020 dengan anggaran lebih dari Rp700 miliar.

Hal ini terungkap dalam Rapat Kerja antara Kemendikbud dan Komisi X DPR RI pada 26 Januari 2020. Tahun itu, Nadiem mengalokasikan anggaran sebesar Rp687 miliar untuk pengadaan laptop dan LCD di 3.876 sekolah, jauh lebih besar dibandingkan anggaran renovasi sekolah yang hanya Rp170 miliar.

Menurut Nadiem, pengadaan perangkat tersebut diperlukan untuk menunjang fleksibilitas pengajaran dan meningkatkan mutu pendidikan di era digital.

Kebijakan Nadiem dinilai memiliki keterkaitan erat dengan Google. Pada masa pandemi COVID-19, Kemendikbud memutuskan menggunakan sistem operasi Chromebook—perangkat lunak buatan Google—untuk pengadaan laptop.

Kemudian, Kemendikbudristek menerbitkan Peraturan Nomor 5 Tahun 2021 tentang Petunjuk Operasional DAK Fisik Bidang Pendidikan pada 10 Februari 2021.

Pada Juli 2021, Kemendikbudristek menyatakan bahwa peraturan tersebut menjadi dasar pengadaan peralatan TIK di sekolah, dengan ketentuan sistem operasi laptop wajib menggunakan Chrome OS. Dalam dokumen yang diperoleh, alokasi pembelian Chromebook tercatat mencapai Rp433,4 miliar untuk SD dan Rp271,4 miliar untuk SMP.

Masih di tahun 2021, Kemendikbudristek juga menjalin kerja sama untuk perakitan laptop Chromebook di Indonesia. Enam produsen lokal yang terlibat adalah Advan, Axioo, Evercross, SPC, TSM Technology, dan Zyrex. Program ini juga bekerja sama dengan Google melalui inisiatif Google for Education.

Selain pengadaan perangkat, Google juga dilibatkan dalam sistem komputasi awan (cloud system), seperti program basis data guru berbasis cloud di Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) dengan alokasi anggaran lebih dari Rp11 miliar.

Arah kebijakan pendidikan nasional yang dinilai berpihak kepada Google juga tampak dalam pengembangan aplikasi Belajar.id. Aplikasi ini merupakan hasil kerja sama dengan Google for Education dan digunakan oleh peserta didik, pendidik, serta tenaga kependidikan dari berbagai satuan pendidikan.

Menurut laman resmi Direktorat Jenderal SMP Kemendikbudristek, terdapat delapan platform yang dapat diakses melalui Belajar.id, yakni Google Workspace for Education, Chromebook, Rapor Pendidikan, Platform Merdeka Belajar, SIMPKB, Tanya BOS, Rumah Pelajar, dan Canva for Education.

“Kami telah bekerja sama dengan Kemendikbud Ristek sejak 2019 dalam pemanfaatan teknologi Google untuk menopang kemajuan pendidikan di Indonesia dan sebagai sumber bahan belajar dan mencari informasi bagi siswa, sehingga siswa dapat lebih mandiri,” ujar Country Lead Google for Education di Indonesia, Olivia Basrin, dalam acara rilis laporan Future of Education di Jakarta, Senin, 22 Mei 2023. 

Kejagung Juga Menyorot

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menegaskan, penyidik masih memproses kasus ini karena baru naik ke tahap penyidikan. “Penyidikan ini masih di awal dan sedang berproses,” kata Harli ketika dihubungi Inilah.com, Senin (9/6/2025).

Kata Harli, penyidik Jampidsus Kejagung sangat terbuka menunggu laporan bukti keterlibatan pihak Google dalam kasus dugaan korupsi proyek laptop chromebook tersebut.

Khususnya terkait bukti Permendikbud No. 5 Tahun 2021 yang menetapkan spesifikasi minimal laptop pendidikan harus menggunakan sistem operasi ChromeOS, Jurist Tan (eks Staf Khusus Mendikbudristek) memiliki suami yang menjabat sebagai petinggi Google untuk kawasan Asia Tenggara, serta terkait rekaman percakapan antara eks Staf Khusus Mendikbudristek Jurist Tan dan Irjen Kemendikbudristek, Chatarina Muliana Girsang, di mana Jurist Tan diduga menyebut secara eksplisit bahwa proyek Chromebook harus dimenangkan dan meminta fee 30 persen kepada Google. “Jika memang ada informasi-informasi yang dapat memperkuat pembuktian silakan aja disampaikan ke penyidik,” kata Harli.

Potensi Penyalahgunaan Data

Soal Googleisasi mengancam keamanan data bukan isapan jempol, tetapi sudah diwanti-wanti oleh Shoshana Zuboff, seorang penulis, profesor, psikolog sosial dan filsuf asal Amerika Serikat (AS). Lewat bukunya bertajuk ‘The Age of Surveillance Capitalism: The Fight for a Human Future at the New Frontier of Power,’ dia memperingatkan dunia yang sedang memasuki era ‘kapitalisme pengawasan’.

Perusahaan teknologi seperti Google menemukan potensi besar dalam mengolah data pengguna untuk memprediksi perilaku konsumen. Penemuan ini membuka pintu bagi terciptanya pasar prediksi yang sangat menguntungkan, mengubah lanskap ekonomi digital secara fundamental.

Google ataupun perusahaan teknologi lainnya, menggunakan mekanisme canggih untuk mengekstraksi nilai dari data pribadi pengguna. Tidak hanya mengontrol arus informasi, tetapi juga memiliki kemampuan untuk membentuk persepsi, mempengaruhi keputusan, dan bahkan memanipulasi perilaku masyarakat luas. Mereka mengembangkan algoritma yang mampu menganalisis pola perilaku, preferensi, bahkan emosi dengan tingkat akurasi yang mencengangkan. Data ini kemudian digunakan untuk membuat prediksi yang sangat bernilai bagi pengiklan.

Dalam analisis setebal 700 halaman, Zuboff mengkritisi perilaku Google—termasuk perusahaan teknologi lainnya—yang mengklaim kepemilikan atas data yang mereka kumpulkan, seolah-olah itu adalah hasil panen dari lahan mereka sendiri. Padahal, data tersebut adalah cerminan dari kehidupan pribadi dan pengalaman kita sehari-hari. Ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang kepemilikan data dan hak individu atas informasi pribadinya.

Komentar