Organisasi Angkutan Sewa Khusus Indonesia (Oraski) menegaskan tidak akan ikut dalam aksi unjuk rasa besar-besaran pengemudi ojek online (ojol) pada 20 Mei 2025. Oraski menyatakan tetap berada di jalur dialog dan perjuangan rasional demi menjaga keberlangsungan ekosistem transportasi daring yang selama ini dinilai stabil dan mandiri.
“Aksi turun ke jalan bukan solusi jangka panjang. Kami memilih tetap on-bid untuk menghidupi keluarga. Ini suara dari jutaan driver yang menolak mobilisasi politik,” ujar Ketua Umum Oraski Fahmi Maharaja dalam pernyataan resminya, Sabtu (18/5).
Pernyataan itu disampaikan menyusul rencana aksi bertajuk “Unjuk Rasa Akbar 205” yang akan digelar sejumlah aliansi pengemudi ojol dan taksi online di Jakarta dan kota-kota besar lainnya pada Selasa, 20 Mei 2025. Aksi tersebut dipimpin oleh Garda Indonesia dan disebut akan melibatkan sekitar 500.000 pengemudi dari berbagai daerah.
Garda menyebut aksi 205 merupakan bentuk kekecewaan terhadap aplikator yang diduga melakukan pemotongan pendapatan hingga 50 persen, melampaui batas maksimal potongan aplikasi 20 persen sesuai Kepmenhub KP No. 1001 Tahun 2022. Selain unjuk rasa, aksi ini juga akan disertai offbid atau pemadaman aplikasi massal yang diperkirakan berdampak pada layanan transportasi daring di banyak kota.
Namun, Oraski justru mengkritisi rencana intervensi pemerintah dalam penetapan potongan maksimal 10 persen oleh DPR. Menurut mereka, intervensi semacam itu bisa menjadi bumerang bagi kelangsungan bisnis transportasi online yang selama ini tidak disubsidi negara.
“Potongan aplikasi itu urusan bisnis antar platform dan mitra. Pemerintah seharusnya fokus memberi insentif, bukan membatasi ruang usaha,” kata Fahmi.
Sebagai alternatif, Oraski mendorong pemerintah memberikan insentif pajak kendaraan, subsidi pelatihan untuk pengemudi, dan penghapusan PPN serta PPh atas pembelian kendaraan operasional.
Fahmi juga mengingatkan risiko yang lebih besar jika regulasi salah arah terus dipaksakan.
“Kalau aplikator sampai tutup karena regulasi, jutaan driver bisa kehilangan pekerjaan. DPR dan pemerintah harus siap menanggung dampaknya,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat atas potensi kemacetan dan gangguan layanan akibat aksi 20 Mei. Ia menekankan bahwa aksi ini merupakan puncak kekecewaan karena sejak 2022 regulasi soal batas potongan belum sepenuhnya ditegakkan.
“Ini adalah reunifikasi aspirasi. Kami ingin ada perhatian serius terhadap hak pengemudi,” ujar Igun.
Pihak Garda juga mengimbau masyarakat untuk menyesuaikan jam bepergian dan memahami bahwa offbid dilakukan sebagai bentuk aspirasi damai demi perbaikan ekosistem transportasi daring nasional.