Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengungkapkan istilah serakahnomic yang kerap disebut Presiden RI Prabowo Subianto. Dia menyebut pemicu fenomena ini karena perilaku koruptif pejabat.
“Pola ekonomi yang serakah kapitalistik sudah mengakar di Indonesia. Masalahnya ada dua pemicu, bentuk ekonomi yang ekstraktif dan perilaku koruptif pejabat negara,” ujar Bhima kepada inilah.com, Jakarta, Sabtu (16/8/2025).
Dia mengatakan, perilaku serakahnomic mempengaruhi kualitas ekonomi meski pertumbuhan menunjukan 5,12 persen, namun yang sejahtera hanya segelintir orang. Tak hanya itu, serakahnomic kerap mempengaruhi kebijakan negara, bahkan dapat menyuap pejabat tinggi atau bahkan ikut menjadi bagian pemerintahan.
“Dalam praktiknya pelaku serakahnomics berkedok ekspor tapi banyak yang dilakukan secara ilegal, disebut sebagai penghindaran pajak atau underinvoicing. Dia jual tanah dan air, dia keruk dan rusak tapi uangnya ditransfer ke luar negeri. Jadi pajaknya juga kurang bayar. Tapi karena dijaga secara politik maka tidak ada pihak yang berani menganggu selama jangka waktu yang lama,” jelas dia.
Bhima menjelaskan, pada tahun 2024 Celios pernah membuat laporan yang mengukur ketimpangan kekayaan. Hasilnya 50 orang terkaya di Indonesia hartanya setara dengan 50 juta orang biasa.
“Jadi sudah ekstrem ketimpangan akibat keserakahan elit. Begitu juga dengan lahan dimana gini rasio lahan 0,7 persen jauh diatas gini rasio pengeluaran penduduk 0,375 persen. Kalau dibiarkan bisa terjadi pemberontakan sosial, karena yang menganggur dan miskin makin hopeless dengan keadaan terutama berusia muda,” kata dia.
Atas hal tersebut, dia membeberkan solusi untuk memberantas fenomena serakahnomic. Pertama, pemerintah segera bentuk instrumen pajak kekayaan atau 2 persen pajak untuk aset netto bagi orang super kaya.
Kedua, pajak windfall profit atau pajak anomali dari keuntungan sektor ekstraktif misalnya pada perusahaan batubara. Ketiga, serius melakukan reformasi agraria dengan pembagian tanah ke landless farmer atau petani tanpa lahan garapan.
“Keempat, berantas mafia birokrasi atau koruptor di semua lini perizinan dan kebijakan,” tegas dia.