Eks Sekretaris Dewan Komisaris Hutama Karya Diperiksa KPK di Korupsi Tol Sumatera

Eks Sekretaris Dewan Komisaris Hutama Karya Diperiksa KPK di Korupsi Tol Sumatera


Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Sekretaris Dewan Komisaris PT Hutama Karya periode 2018–2019, M. Luthflil Chakim (MLC), pada hari ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama MLC sebagai Sekretaris Dewan Komisaris PT Hutama Karya periode 2018–2019,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Senin (2/6/2025).

Luthflil diperiksa dalam kapasitas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) tahun anggaran 2018–2020. Materi pokok pemeriksaan akan disampaikan Budi setelah proses pemeriksaan rampung.

“Pemeriksaan saksi dugaan TPK terkait pengadaan lahan di sekitar Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Tahun Anggaran 2018–2020,” ujarnya.

Sebelumnya, KPK telah menyita 65 bidang tanah di Kalianda, Lampung Selatan, terkait perkara dugaan korupsi pengadaan lahan JTTS Tahun Anggaran 2018–2020. Penyitaan dilakukan pada 14–15 April 2025.

“KPK melakukan serangkaian tindakan penyidikan berupa penyitaan tanah sebanyak 65 bidang yang berlokasi di Kalianda, Lampung Selatan terkait dengan perkara,” kata eks Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada awak media di Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan, Rabu (30/4/2025).

Tessa menjelaskan, mayoritas lahan tersebut merupakan milik para petani. Mereka hanya menerima uang muka dari para tersangka pada tahun 2019 dengan kisaran rata-rata sebesar 5 hingga 20 persen. Dana tersebut diduga berasal dari aliran korupsi. Lahan-lahan itu sebelumnya dibeli oleh PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) dari para petani untuk kemudian dijual kembali kepada PT Hutama Karya (HK).

Lebih lanjut, Tessa mengungkapkan bahwa sudah hampir enam tahun tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan pembayaran lahan oleh para tersangka kepada petani. Di sisi lain, para petani tidak bisa menjual kembali tanah mereka karena surat-surat kepemilikan masih dikuasai notaris.

“Di sisi lainnya, para petani tersebut juga tidak bisa mengembalikan uang muka yang telah mereka terima, mengingat kondisi ketidakmampuan ekonomi mereka. Selama ini tanah tersebut tetap dimanfaatkan oleh para petani untuk ditanami jagung,” ucap Tessa menambahkan.

Menurut Tessa, penyitaan dilakukan untuk memberikan kepastian hukum atas status lahan tersebut.

“Penyitaan dimaksudkan agar nantinya KPK bisa meminta kepada pengadilan memutus agar tanah beserta surat-suratnya tersebut dapat dikembalikan kepada para petani (tanpa pengembalian uang muka yang pernah diterima) atau tanah tersebut dapat dilelang dan hasilnya digunakan untuk pelunasan hak para petani yang belum terbayarkan selama enam tahun ini,” jelasnya.

Namun demikian, Tessa menambahkan bahwa jika tanah dilelang, prosesnya kemungkinan akan memakan waktu lama karena penjualan tanah bukanlah hal yang mudah.

Dalam perkara ini, pada tahun 2024 KPK telah menetapkan dua orang tersangka dari pihak PT Hutama Karya, yakni BP dan MRS, serta satu korporasi swasta, PT STJ.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, ketiga pihak yang telah dicegah ke luar negeri dan ditetapkan sebagai tersangka adalah Direktur PT Hutama Karya, Bintang Perbowo; pegawai PT Hutama Karya, M. Rizal Sutjipto; serta Komisaris PT STJ, Iskandar Zulkarnaen. KPK juga menetapkan PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) sebagai tersangka korporasi.

 

Komentar