Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) menagih janji kampanye Presiden Prabowo Subianto terkait reformasi fiskal melalui pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Ternyata, struktur organisasi baru ini sudah disusun saat masa kampanye.
Ketua Umum IWPI, Rinto Setiyawan menyampaikan, saat ini, Indonesia masih menjalankan sistem penerimaan negara dengan struktur yang belum memisahkan secara jelas, antara perancang kebijakan fiskal dan pelaksana teknis penerimaan.
“Kita belum punya pemisahan antara bendahara negara dan kasir negara. Hal ini menciptakan konflik kepentingan, lemahnya pengawasan, dan akumulasi kekuasaan fiskal yang rawan penyalahgunaan,” ujar Rinto di Jakarta, Kamis (12/6/2025).
Dalam hal ini, kata Rinto, IWPI mendorong terbentuknya BPN yang menjadi bagian dari 8 program hasil terbaik cepat yang dikampanyekan Presiden Prabowo.
“Realisasi pembentukan BPN bukan hanya keputusan teknis, tetapi juga merupakan pembuktian bahwa Presiden Prabowo tidak tunduk kepada dominasi satu kementerian, khususnya Kementerian Keuangan dalam mengelola penerimaan negara,” ungkapnya.
Ke depan, kata Rinto, BPN sangat potensial untuk meningkatkan penerimaan negara. Namun, optimalisasi BPN tidak datang tiba-tiba. Harus dilakukan sejumlah prakondisi.
“Pertama, sederhanakan regulasi perpajakan yang terlalu teknis dan membingungkan. Kedua, bersihan oknum aparat pajak yang mencoreng citra institusi. Ketiga, perubahan undang-undang perpajakan, karena istilah Badan Penerimaan Negara, belum dikenal dalam regulasi fiskal yang berlaku,” beber Rinto.
Rinto bilang, kehadiran BPN harus menjadi momentum besar untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap sistem pajak dan memastikan bahwa penerimaan negara dibangun di atas asas keadilan, transparansi, dan akuntabilitas.
“Kami di IWPI mendukung penuh pembentukan Badan Penerimaan Negara. Tapi jangan hanya ganti baju institusi, ubah juga wajah, nurani, dan integritas sistem perpajakan kita,” kata Rinto.
Di sisi lain, Rinto mengingatkan masalah aplikasi layanan pajak berbasis daring yakni Coretax senilai Rp1,3 triliun yang masih terkendala. Saat ini, sistem perpajakan nasional tengah mengalami krisis kredibilitas.
“Terjadi gangguan di aplikasi Coretax yang membuat pelayanan dan pencatatan perpajakan terganggu. Penerimaan pajak seret akibat lemahnya kepercayaan masyarakat dan kegagalan sistemik dalam administrasi fiskal,” bebernya.
“Ini bukan hanya soal aplikasi rusak, tapi sistem yang rusak. Kita tidak bisa menambal kebocoran dengan aturan tambal sulam. Struktur kelembagaan harus dibenahi,” tegas Ketua IWPI.
Mantan Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN), Edi Slamet Irianto membocorkan rancangan struktur BPN yang digadang-gadang Presiden Prabowo, saat memberikan paparan di acara ISNU Forum on Investment, Trade, and Global Affairs di kantor PBNU, Jakarta, Rabu (11/6/2025).
Edi mengatakan, struktur BPN disusun TKN Prabowo-Gibran saat Pilpres 2024. “Itu dulu waktu pembahasan BPN itu sendiri, waktu di TKN,” katanya.
Ia mengatakan, struktur tersebut telah dilihat oleh Prabowo. Namun struktur tersebut masih bisa berubah seiring pembahasan pembentukan BPN. “Masih bisa berubah tergantung situasi nanti, kan organisasi itu akan disesuaikan dengan keadaan,” katanya.
Dalam struktur tersebut, lanjut Edi, BPN bertanggung jawab langsung kepada presiden dan dipimpin seorang Menteri Negara/Kepala BPN. Di mana, Menteri/Kepala BPN didampingi Wakil Kepala Operasi (Waka OPS) dan Wakil Kepala Urusan Dalam (Waka Urdal).