Gedung kantor Food Station Tjipinang Jaya di kawasan Pisangan Lama, Jakarta Timur. (Foto: Dok. Food Station).
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Sempat bungkam, akhirnya Gubernur Jakarta Pramono Anung buka suara soal dugaan praktik beras oplosan yang menyeret BUMD Food Station Tjipinang Jaya, hingga diperiksa Bareskrim Polri.
Ia mengaku telah berkomunikasi dengan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman. Dalam komunikasi itu, ia berkomitmen agar setiap temuan harus diungkap secara transparan dan ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Jadi secara prinsip, kebetulan sebelum saya sampai di Jakarta saya berkomunikasi dengan Menteri Pertanian. Apapun yang menjadi arahan dan sekaligus temuan, saya bilang tidak boleh ditutup-tutupi,” kata Pramono di Balai Kota Jakarta, Rabu (23/7/2025).
Pramono menegaskan bahwa Food Station Tjipinang memegang peran vital menjaga stabilitas harga pangan di Jakarta, khususnya beras. Sehingga keterbukaan sangat penting dalam kasus tersebut. “Semua harus bertanggung jawab. Karena bagi saya sendiri keterbukaan itu menjadi penting,” ucapnya.
Sayangnya Pramono tak menyinggung soal desakan mencopot jajaran direksi BUMD-nya itu. Dorongan muncul karena praktik oplos beras.
Asal tahu saja, gerakan Pramono boleh dibilang lelet karena Presiden RI Prabowo Subianto sudah terlanjur mengungkapkan kegeramnya ke publik. Bagi Prabowo, beras oplosan adalah bentuk pengkhianatan negara.
Dengan tegas dia menyatakan tidak akan menoleransi para pelaku. Jaksa Agung ST Burhanuddin serta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diperintahkan untuk mengusut tuntas kasus beras oplosan. Ia juga meminta mereka untuk menindak para pelaku.
Prabowo juga memberikan dua pilihan kepada para pelaku. Pertama, mereka diminta untuk mengembalikan kerugian negara sebanyak Rp100 triliun. Kedua, jika mereka tidak bisa mengembalikan, maka Prabowo mengancam akan menutup penggilingan tempat beras oplos diproduksi.
“Kalau mereka kembalikan Rp100 triliun itu, oke. Kalau tidak, kita sita itu penggiling-penggiling padi yang brengsek itu,” paparnya, Senin (21/7/2025).
Pemanggilan Food Station yang tak menghasilkan solusi nyata ini tentu mengecewakan. Pengamat politik dan hukum, Tamil Selvan berpandangan, seharusnya Pramono ambil langkah tegas dengan mencopot direksi Food Station yang dinilai bertanggungjawab atas maraknya beras oplosan.
“Beras oplosan ini bukan hanya merugikan rakyat, tapi telah mencoreng wajah Pemprov DKI Jakarta, gitu loh,” kata Tamil.
Ketidakpastian ini tentu akan menimbulkan tanda tanya di kalangan publik, terkait keseriusan Pemprov dalam mengelola BUMD. “Apalagi ada kesan kalau pemprov lewat dinas terkait terkesan membela, ini kan aneh ya,” ucap dia.
Kasus ini bermula dari temuan Mentan Amran yang melaporkan 212 produsen beras diduga melakukan praktik pengoplosan kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin. Laporan ini merupakan hasil investigasi terhadap 268 merek beras bersama sejumlah pemangku kepentingan.
Dari hasil pemeriksaan 13 laboratorium di 10 provinsi, ditemukan bahwa 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas harga eceran tertinggi (HET), dan 21 persen tidak sesuai berat kemasan. “Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Amran, Jumat (27/6/2025).
Sayangnya, temuan Amran sempat dibantah Pemprov Jakarta melalui Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (KPKP) DKI Jakarta Hasudungan Sidabalok. Dia mengklaim mutu beras sudah diuji oleh laboratorium terakreditasi.
Bahkan, Rano Karno, wakilnya Pramono juga turut mengamini ucapan Kadis Hasudungan. Dia memilih lebih mempercayai laporan anak buahnya. “Ini memerlukan waktu yang panjang untuk diskusi. Tapi saya mendapat laporan dari Food Station, itu tidak benar,” kata Rano usai meninjau MPLS di SMAN 6, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).
Desakan audit melalui lembaga independen pun tak dihiraukannya. Rano lebih senang melakukan audit internal melalui Inspektorat. “Pasti ada audit. Apalagi hal seperti ini, Inspektorat turun. Kalau salah ditindak,” ucap dia
Selain Food Station ada beberapa produsen lain yang diduga terlibat praktik beras oplosan. Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah memeriksa empat produsen. “Betul, masih dalam proses pemeriksaan,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, kepada wartawan di Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Brigjen Helfi menyebut empat produsen yang diperiksa adalah WG, FSTJ, BPR, dan SUL/JG, tanpa merinci materi pemeriksaan. Berdasarkan informasi yang dihimpun, WG mengacu pada Wilmar Group, FSTJ adalah Food Station Tjipinang Jaya, BPR adalah Belitang Panen Raya, dan SUL/JG merupakan Sentosa Utama Lestari (Japfa Group).
Adapun produk Wilmar Group yang diperiksa meliputi Sania, Sovia, dan Fortune. Sampel beras dikumpulkan dari berbagai wilayah, seperti Aceh, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta, dan Jabodetabek.
Sementara itu, PT Food Station Tjipinang Jaya (FSTJ) diperiksa atas produk beras merek Alfamidi Setra Pulen, Beras Premium Setra Ramos, Beras Pulen Wangi, Food Station, Ramos Premium, Setra Pulen, dan Setra Ramos, yang sampelnya diambil dari Aceh, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Jawa Barat.
PT Belitang Panen Raya (BPR) diperiksa terkait produk Raja Platinum dan Raja Ultima, dengan sampel diambil dari Sulawesi Selatan, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Aceh, dan Jabodetabek.
Sementara PT Sentosa Utama Lestari (SUL)/Japfa Group diperiksa terkait produk Ayana setelah pengambilan tiga sampel dari Yogyakarta dan Jabodetabek.