Gara-gara Sindir Gaji Guru dan Dosen, JPPI Sampaikan Kritik Menohok untuk Sri Mulyani

Gara-gara Sindir Gaji Guru dan Dosen, JPPI Sampaikan Kritik Menohok untuk Sri Mulyani


Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menyampaikan sindiran menohok untuk Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang mengeluhan gaji guru dan dosen yang terus-terusan kurang.

Dalam acara Konvensi Sains, Teknologi, dan Industri Indonesia 2025 yang berlangsung di Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat (Jabar), Kamis (7/8/2025), Sri Mulyani mempertanyakan masalah rendahnya gaji guru dan dosen yang harus ditanggung negara, atau partisipasi masyarakat.

Koordinator Nasional JPPI, Ubaid Matraji menegaskan, Sri Mulyani seharusnya tidak menggiring opini dengan narasi yang seolah-olah keuangan negara tidak mampu mengakomodasi kebutuhan dasar pendidikan, terutama gaji guru dan dosen yang harus diakui masih rendah.

“Ibu Menkeu Sri Mulyani, janganlah menebar kebohongan. Seakan-akan APBN tak cukup untuk menggaji guru dan dosen ya. Untuk makan-makan gratis (MBG) saja hampir separuhnya (Anggaran Pendidikan), tepatnya 44,2 persen. Itu yang di anggaran sebelumnya, enggak pernah ada,” kata Ubaid kepada Inilah.com, Jakarta. Rabu (20/8/2025).

Ubaid menilai, alokasi APBN 2026 seharusnya berlandaskan kepada regulasi pendidikan yang sudah ada, seperti Undang-Undang Guru dan Dosen serta Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Menurutnya, jika anggaran dikelola sesuai prioritas, kesejahteraan guru dan dosen justru tidak akan menjadi masalah.

“Kalau APBN itu dikelola dengan baik, alokasi anggaran pendidikan itu dihitung berdasarkan Undang-Undang Guru dan Dosen, Undang-Undang Sisdiknas, itu malah lebih-lebih kalau hanya untuk gaji guru dan dosen yang layak, yang sejahtera, tidak seperti hari ini yang memprihatinkan, gitu,” katanya.

Menurut dia, narasi Sri Mulyani yang menyebut anggaran pendidikan dalam APBN seolah tidak mencukupi, sebenarnya muncul karena pengalokasiannya yang keliru atau salah sasaran.

Apalagi dengan masuknya Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai program prioritas pada RAPBN 2026 mendatang. Di mana 44,2 persen dari total anggaran pendidikan 2026 atau senilai Rp335 triliun dialokasikan untuk MBG.

Menurut Ubaid, pengalokasian anggaran pendidikan ke MBG jelas menabrak Konstitusi. Ini mengacu pada Pasal 31 UUD 1945 yang secara jelas mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayai pendidikan dasar.

“Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) juga sudah dua kali memerintahkan pemerintah untuk mewujudkan sekolah tanpa pungutan biaya, bukan malah menggulirkan program makan gratis,” tuturnya.

“Jadi, jangan menebar kebohongan ya, bendahara negara, seakan-akan APBN cekak kemampuan fiskal kita enggak cukup, enggak lah, gitu,” ujarnya menambahkan.

Lebih jauh, Ubaid menilai persoalan minimnya anggaran untuk pendidikan bukan semata keterbatasan fiskal, melainkan akibat kebocoran dan praktik korupsi di sektor tersebut.

“Yang membuat enggak cukup itu kan para pejabatnya itu yang laptop dikorupsilah, korupsi cloud di Kementerian Pendidikan. Kemudian sampai hari ini Kementerian Pendidikan kan sektor pendidikan ini masuk top five, sektor terkorup di Indonesia salah satunya, top five ya,” katanya.

“Jadi, selama anggaran ini tidak bocor, tidak dikorupsi, kemudian tepat sasaran, lebih-lebih kalau hanya untuk menciptakan guru dan dosen,” pungkasnya.

Komentar