Artis Gisella Anastasia. (Dokumentasi: Inilah.com/Mia Umi Kartikawati)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Aktris sekaligus penyanyi Gisella Anastasia membagikan pengalaman pribadinya dalam menekuni olahraga lari yang kini menjadi bagian penting dalam gaya hidupnya.
Meski awalnya terasa menyiksa, Gisel sapaan akrabnya mengaku banyak mendapat pelajaran berharga dari aktivitas yang kini banyak digemari setiap kalangan.
“Aku lagi belajar supaya bisa konsisten, disiplin, bisa mengetahui limit diri sendiri. Karena sometimes kita punya ego, kayaknya pengen bisa melakukan semua hal, tapi kadang-kadang perlu tahu juga, batas diri sendiri memang cuma segini. Jadi enggak usah ikut-ikut, enggak usah Fomo. Karena kalau dipaksa, jadi malah cedera, celaka atau apa,” ujar Gisel saat ditemui di acara HOKA, Jakarta, Jumat (11/7/2025).
Ia mengaku, dari lari dirinya belajar banyak, terutama tentang kedewasaan dan ketekunan. Mulai dari menyelesaikan apa yang sudah dimulai, hingga menerima, kemampuan tiap orang berbeda-beda.
Bagi Gisel, lari bukanlah ajang untuk saling unjuk siapa yang paling cepat. Sebab, menurutnya, orang yang terlihat cepat sekalipun masih akan selalu ada yang lebih cepat lagi.
“Itu aku belajar semua di lari. Belajar untuk menyelesaikan apa yang aku mulai, itu aku belajar juga di lari. Ketemu banyak orang hebat-hebat. Di atas langit masih ada langit,” kata Gisel.
Mau secepat apa, banyak yang masih lebih cepat.
“Tapi itu cepat banget!’ Ya sudah, enggak usah muluk-muluk, enggak usah ingin jadi kayak dia. Semua ada tugas masing-masing. Kayak gitu-gitu aku belajar dari lari, lho,” jelasnya.
Lebih jauh, Gisel mengenang momen awal ia mulai berlari. Kala itu, jarak 5 kilometer saja sudah terasa seperti penyiksaan.
“Awalnya 5 km deh. Aku paksa, udah ngos-ngosan, udah mau pingsan. Udah kayak nyesel, ini ngapain sih lari? Tapi setelah itu, oh, aku bisa lari 5 km dengan nyaman. Bisa lari 7 km dengan nyaman, lari 10 km dengan nyaman, 13 km, 15 km, 21 km bisa nyaman. Dan ternyata ya itu, aku bisa lari 42 km,” tuturnya.
Menurutnya, semua pencapaian itu bukan instan. Ada proses, latihan, dan ketekunan yang harus dijalani. Bahkan, untuk mencapai level marathon sejauh 42 kilometer, Gisel butuh waktu nyaris setahun.
“Hampir setahun. Didampingi pelatih sama program yang pas,” ungkapnya.
Ia menambahkan, pengalaman berlari jarak jauh memberikan kekuatan mental yang berbeda.
“Kalau udah bisa nahan yang namanya lari marathon, itu kayak semua rasa sakit di muka bumi ini bisa ditahan. Sakit banget soalnya capeknya,” pungkas Gisel.