Google resmi memanfaatkan sensor gerak di lebih dari 2 miliar perangkat Android di seluruh dunia untuk membangun Android Earthquake Alerts (AEA), sebuah sistem peringatan dini gempa bumi berskala global.
Sejak diluncurkan, sistem ini telah mendeteksi lebih dari 11 ribu gempa dan mengirimkan 1.200 peringatan di 98 negara sepanjang 2021 hingga 2024.
Penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Science pada 17 Juli 2025, menyebutkan AEA mampu memperluas cakupan akses peringatan gempa hingga sepuluh kali lipat, dari 250 juta orang pada 2019 menjadi 2,5 miliar pengguna saat ini. Dengan teknologi ini, Google mengklaim efektivitasnya setara dengan seismometer konvensional yang digunakan di negara-negara maju.
“Gempa bumi tetap menjadi ancaman serius di seluruh dunia. Meski kita mampu memprediksi lokasi rawan, dampaknya tetap destruktif saat terjadi. Sistem ini memberikan beberapa detik peringatan penting sebelum guncangan utama datang—cukup untuk menyelamatkan nyawa,” ujar perwakilan Google, dikutip dari Live Science, Rabu (30/7/2025).
Deteksi Gempa Global Berbasis Smartphone
Berbeda dengan sistem seismik tradisional yang mahal dan terbatas secara regional, AEA mengandalkan akselerometer bawaan ponsel pintar dan jam tangan Android. Sensor ini mampu mendeteksi gelombang P (primer) yang lebih cepat sebelum gelombang S (sekunder) yang merusak, lalu mengestimasi kekuatan dan lokasi gempa. Berdasarkan analisis, AEA mengirimkan peringatan ke ponsel di wilayah terdampak hanya dalam hitungan detik.
Selama tiga tahun berjalan, AEA sudah dipakai di negara-negara rawan gempa seperti Indonesia, Jepang, Yunani, Turki, dan Amerika Serikat. Survei menunjukkan, 85 persen pengguna terdampak melaporkan menerima peringatan, dengan 36 persen di antaranya menerima notifikasi sebelum guncangan terjadi.
Tantangan dan Penyempurnaan Algoritma
Meski begitu, sistem ini bukannya tanpa celah. Tantangan utama terletak pada akurasi sensor akselerometer di ponsel yang masih jauh di bawah seismometer.
Tim peneliti Google mengatasi keterbatasan ini dengan menggabungkan data miliaran perangkat dan menyesuaikan interpretasi berdasarkan jenis ponsel, karakter geologi, dan struktur bangunan di tiap wilayah.
Selama 2021–2024, hanya tercatat tiga kesalahan peringatan: dua akibat badai petir dan satu karena notifikasi massal yang membuat ponsel bergetar serempak. Selain itu, sistem sempat meremehkan magnitudo gempa besar di Turki pada Februari 2023. Namun, Google menyatakan algoritma AEA telah diperbarui untuk mengantisipasi kasus serupa.
Bukan Pengganti, Tapi Penguat Sistem Resmi
Para peneliti menegaskan, AEA tidak dimaksudkan menggantikan sistem peringatan resmi negara, melainkan sebagai solusi pelengkap yang mampu memperluas jangkauan peringatan berbasis big data dan umpan balik real-time. Teknologi ini memungkinkan jutaan pengguna Android di seluruh dunia untuk berperan aktif dalam mitigasi bencana.
“AEA membuktikan bahwa smartphone yang tersebar global dapat diandalkan sebagai jaringan pendeteksi gempa terbesar di dunia, memberikan peringatan dini dalam skala yang belum pernah terjadi sebelumnya,” demikian pernyataan resmi tim peneliti Google.