Heboh Fenomena Rojali & Rohana, Bos OJK: Wajar di Tengah Ketidakpastian Ekonomi

Heboh Fenomena Rojali & Rohana, Bos OJK: Wajar di Tengah Ketidakpastian Ekonomi


Kepala Otoritas Keuangan (OJK) Mahendra Siregar buka suara soal fenomena rombongan jarang beli (Rojali) dan rombongan hanya nanya (Rohana) yang tengah dirasakan oleh pengusaha di pusat perbelanjaan. Dia mengatakan fenomena tersebut dipicu oleh ketidakpastian global sehingga masyarakat menahan untuk membeli.

“Terkait dengan fenomena ini, saya rasa fenomena berbelanja atau di pusat perbelanjaan mungkin juga tidak berbeda jauh dengan apa yang terjadi di level produksi dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Mahendra saat konferensi pers RDKB Juli, Jakarta, Senin (4/8/2025).

Dia menilai fenomena dalam perilaku konsumen tersebut menurutnya hal yang wajar. Sebab, ditengah gejolak ekonomi saat ini masyarakat membutuhkan kepastian.

“Dengan kepastian yang sudah lebih jelas, dengan hasil yang telah dicapai, maka tentu ekspektasi kita juga sama dengan pihak produsen dan investor, maka konsumen pun akan memperoleh kepastian lebih baik terhadap keputusan yang dapat mereka ambil untuk menentukan belanja lebih lanjut ke depan,” jelas dia.

Dia menyampaikan, dari fenomena itu pemerintah akan terus menggenjot perekonomian nasional sehingga dapat meningkatkan daya beli Masyarakat.

“Berbagai program yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi, beberapa hal yang sudah dilaksanakan dan akan terus dilaksanakan. Termasuk juga mempercepat dan akselerasi belanja pemerintah tentu akan membawa dampak positif kepada pergerakan perekonomian dengan belanja yang lebih besar tadi itu,” ucapnya.

Sebelumnya, Ketua Umum APPBI, Alphonzus Widjaja mengaku, aktivitas pengunjung mal atau ritel modern untuk berbelanja, meredup. Sebagian besar ya itu tadi, kalau tidak bertanya ya hanya sekadar cuci mata.

“Saya kira di pusat perbelanjaan itu kan sifatnya offline. Kalau offline, pasti terjadi interaksi, tawar-menawar, nanya harga dan sebagainya. Saya kira itu umum, hal-hal yang wajar lah begitu,” ujar Alphonzus di Jakarta, dikutip Jumat (25/7/2025).

Dia berkelit, keberadaan ‘rohana’ justru mencerminkan peran pusat perbelanjaan dalam arti luas. Bukan sekadar tempat jual beli, melainkan sarana hiburan dan edukasi.

“Fenomena rohana karena salah satunya faktor daripada fungsi pusat belanja. Fungsi pusat belanja itu kan bukan cuma sekedar belanja, ada faktor edukasi, ada faktor entertainment-nya, ya hiburan dan sebagainya. Jadi inilah yang menyebabkan selalu ada fenomena rojali dari waktu ke waktu. Karena tadi, fungsi pusat belanja bukan hanya sekedar belanja,” jelas Alphonzus.

Meski tidak mempermasalahkan kehadiran pengunjung yang hanya bertanya atau melihat-lihat, Alphonzus mengakui, tren ini berdampak kepada performa penjualan tenant di mal.

Ia menyebut, omzet ritel mengalami penurunan akibat pergeseran pola belanja masyarakat. Ketika omzet turun maka penyewa gerai di mal, akan kesulitan membayar sewa. Terpaksalah mereka berhenti jualan di mal.

“Pasti (ada penurunan omzet), karena kan sekarang masyarakat kelas menengah bawah cenderung beli barang atau produk yang harga satuannya, atau unit price-nya murah. Itu terjadi penurunan, pasti. Karena kan tadi, harganya kan belinya cenderung produk-produk yang harganya satuannya murah,” ungkap dia.

Diperkirakan, pertumbuhan pusat belanja secara nasional pada 2025, masih akan positif. Meski tidak sekuat harapan awal. Pertumbuhannya diperkirakan hanya satu digit, atau di bawah 10 persen. Padahal, target pertumbuhan omzet yang semula dipatok pusat perbelanjaan berada di kisaran 20-30 persen.

“APPBI memprediksi tahun 2025 ini tetap tumbuh dibandingkan tahun lalu. Tumbuhnya, tapi tidak signifikan. Paling single digit. Single digit artinya kurang dari 10 persen. Tapi tetap tumbuh,” katanya.

Komentar