Ilustrasi TikTok. (Foto: bluradio.com)
Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com
Dunia maya berubah jadi neraka. Seorang gadis remaja di Pakistan tewas diberondong peluru ayah kandungnya sendiri. Alasannya? Dia menolak menghapus akun TikTok-nya. Miris!
Peristiwa nahas ini terjadi di Rawalpindi, kota yang nyaris bersentuhan dengan ibu kota Islamabad. Polisi setempat mengkonfirmasi, korban adalah seorang remaja perempuan berusia 16 tahun.
“Si ayah meminta anak perempuannya untuk menghapus akun TikTok. Karena menolak, ia dibunuh,” kata juru bicara kepolisian Pakistan kepada AFP. Sebuah pengakuan yang bikin merinding.
Demi ‘Kehormatan Keluarga’, Nyawa Melayang
Polisi menyebutkan, insiden pembunuhan keji ini terjadi pada Selasa (8/7/2025). Pelaku berdalih, ini semua demi menjaga ‘kehormatan keluarga’. Sebuah justifikasi klasik yang kerap menelan korban di Pakistan. Sang ayah bejat itu kini sudah meringkuk di balik jeruji besi.
Awalnya, keluarga korban mencoba memutarbalikkan fakta, bilang kalau ini kasus bunuh diri. Tapi, penyelidikan polisi membongkar kebohongan itu. Ternyata, ini adalah pembunuhan berencana.
Kekerasan terhadap perempuan oleh anggota keluarga bukan barang baru di Pakistan. Terutama bagi mereka yang dianggap melenceng dari norma perilaku ketat di ruang publik, termasuk di media sosial.
Bulan lalu saja, seorang influencer TikTok berusia 17 tahun yang punya ratusan ribu pengikut, juga tewas dibunuh di rumahnya. Pelakunya? Seorang pria yang cintanya ditolak.
Korban itu bernama Sana Yousaf. Dia dikenal aktif membagikan konten tentang kafe favoritnya, produk perawatan kulit, dan pakaian tradisional. Sana sudah punya lebih dari sejuta pengikut di berbagai platform media sosial, termasuk TikTok. Bayangkan, popularitas yang harus dibayar mahal dengan nyawa.
TikTok: Ruang Kebebasan yang Penuh Ancaman
Aplikasi TikTok memang sangat populer di Pakistan. Salah satu alasannya, gampang diakses bahkan oleh masyarakat dengan tingkat literasi rendah sekalipun.
Bagi perempuan Pakistan, TikTok juga jadi jendela untuk meraih audiens dan pendapatan. Ini sesuatu yang langka, mengingat kurang dari seperempat perempuan di negara itu bekerja di sektor formal. Artinya, TikTok jadi semacam ‘jalan pintas’ ekonomi.
Namun, akses ke teknologi ini masih pincang. Hanya 30 persen perempuan di Pakistan yang punya smartphone, bandingkan dengan pria yang mencapai 58 persen. Kesenjangan digital yang nyata.
Pemerintah Pakistan, melalui otoritas telekomunikasi, juga berulang kali memblokir atau mengancam akan memblokir TikTok. Alasannya? Konten yang dianggap ‘tidak bermoral’, termasuk yang terkait LGBTQ dan konten seksual. Seolah-olah, semua salah aplikasi, bukan akar masalahnya.
Di Provinsi Balochistan, wilayah yang masih kental dengan hukum adat suku, seorang pria bahkan pernah mengaku membunuh anak perempuannya yang berusia 14 tahun. Dia merasa video TikTok yang diunggah sang anak telah merusak ‘kehormatan’ keluarga.
Ini bukan sekadar berita, ini cermin pahit tentang bagaimana teknologi yang harusnya membebaskan, justru bisa jadi pedang bermata dua di tangan-tangan yang salah.