Di jantung ibu kota Korea Utara, Pyongyang, menjulang sebuah bangunan megah yang menyimpan cerita pilu. Namanya Hotel Ryugyong, sebuah menara setinggi 330 meter yang sudah puluhan tahun berdiri, namun tak pernah sekalipun menerima tamu.
Bagaikan monumen ambisi yang gagal, gedung 105 lantai ini menjadi hotel tidak berpenghuni tertinggi di dunia, demikian laporan Business Insider. Desainnya yang menyerupai piramida dengan tiga sayap curam dan ujung membulat di bagian puncak, seharusnya menjadi simbol kebanggaan Korea Utara.
Dengan 3.000 kamar yang dijanjikan, lima restoran bintang lima, serta restoran berputar di lantai teratas, Hotel Ryugyong seharusnya menjadi ikon mewah. Namanya sendiri diambil dari sebutan lama Pyongyang, ‘ibu kota pohon willow’. Namun, semua kemegahan itu hanya tinggal wacana.
Pembangunan Hotel Ryugyong dimulai pada 1987, didorong oleh persaingan sengit antara Korea Utara dan Korea Selatan di era Perang Dingin.
Korea Utara mengumumkan proyek Hotel Ryugyong yang digadang-gadang bakal menjadi hotel terbesar dan tertinggi sejagat. Namun, ambisi ini terhenti tiba-tiba.
Pada 1991, Uni Soviet runtuh. Korea Utara kehilangan penyokong dana utama, dan krisis ekonomi pun melanda. Proyek yang sudah menelan biaya sekitar Rp30,6 triliun itu terpaksa mangkrak pada 1992, tanpa jendela dan fasilitas interior. Gedung itu bak kerangka beton raksasa yang menjulang.
Barulah pada 2008, sebuah kontraktor asal Mesir, Orascom Group, mengambil alih proyek dan memasang jendela di seluruh gedung. Namun, menurut laporan Reuters, biaya untuk menyelesaikan interior hotel ini diprediksi mencapai US$2 miliar atau sekitar Rp32 triliun.
Harapan sempat muncul pada 2012 ketika jaringan bisnis hotel asal Jerman, Kempinski, berencana mengambil alih manajemen. Namun, mereka mundur beberapa bulan sebelum hotel dibuka.
Tampaknya, kekhawatiran soal konstruksi menjadi alasan utama. Kabar robohnya sebuah gedung apartemen 23 lantai di Pyongyang membuat Kempinski berpikir dua kali.
Meski tak pernah beroperasi, Hotel Ryugyong sesekali digunakan untuk perayaan besar. Pada 2009, gedung ini menjadi latar kembang api, dan pada 2018, layarnya dipasangi LED untuk menampilkan slogan propaganda.
Kini, Korea Utara dikabarkan mencari investor asing untuk membeli hak perjudian dan mengoperasikan kasino di hotel tersebut. Kabarnya, ini meniru keberhasilan kasino di Hotel Internasional Yanggakdo Pyongyang yang populer di kalangan turis.
Pada akhirnya, Hotel Ryugyong kini hanya berfungsi sebagai landmark dan daya tarik turis. Sebuah gedung ambisius yang tak pernah terwujud, berdiri sunyi sebagai pengingat pahit akan mimpi yang tak pernah tergapai.