Ibrahim Arief Eks Stafsus Nadiem Makarim Mangkir dari Pemeriksaan Kejagung

Ibrahim Arief Eks Stafsus Nadiem Makarim Mangkir dari Pemeriksaan Kejagung


Mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Ibrahim Arief, tidak memenuhi panggilan penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu (4/6/2025) kemarin. Ibrahim sedianya akan diperiksa terkait korupsi pemufakatan jahat meloloskan ChromeOS sebagai software utama pengadaan laptop di Kemendikbudristek. 

“Enggak datang,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar kepada Inilah.com, Kamis (5/6/2025).

Harli menyampaikan bahwa penyidik Jampidsus akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Ibrahim. Kepastian jadwal ulang akan disampaikan setelah penyidik memberikan informasi resmi.

“Akan dijadwal ulang,” ucapnya.

Penyidik Jampidsus terus mengumpulkan bukti terkait dugaan keterlibatan mantan Mendikbudristek Nadiem Makarim dalam kasus korupsi pengadaan laptop Chromebook.

Salah satu langkah pengumpulan bukti dilakukan dengan memeriksa 28 saksi sepanjang pekan ini. Di antara saksi tersebut terdapat tiga mantan staf khusus Nadiem: Fiona Handayani (FH), Jurist Tan (JT), dan Ibrahim Arief (I).

“Satu minggu ini akan fokus dalam pemeriksaan. Yang pertama, pemeriksaan saksi-saksi direncanakan dari 28 orang itu. Dalam satu minggu ini akan didalami terus untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab terhadap dugaan tindak pidana ini,” ujar Harli dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (3/6/2025).

Salah satu poin yang didalami penyidik adalah dugaan keterlibatan aktor intelektual dalam permufakatan jahat terkait pengkondisian kajian teknis. Kajian tersebut diduga diarahkan agar proyek pengadaan menggunakan sistem operasi Chromebook, padahal rekomendasi awal menyarankan penggunaan sistem operasi Windows.

Pemanggilan Fiona, Jurist Tan, dan Ibrahim bertujuan menggali apakah mereka mengondisikan kajian teknis atas inisiatif pribadi atau atas perintah pihak lain.

“Lalu akan dilihat kapasitas mereka seperti apa. Apakah mereka memang orang yang berkapasitas untuk melakukan analisis. Lalu analisis itu apakah murni dari pandangan pendapat mereka atau karena ada perintah atau pesanan misalnya,” jelas Harli.

Berdasarkan informasi yang diperoleh tim redaksi Inilah.com, jadwal pemeriksaan eks stafsus tersebut yaitu Fiona pada 2 Juni 2025, Jurist Tan pada 3 Juni 2025, dan Ibrahim Arief pada 4 Juni 2025. Pemeriksaan dijadwalkan di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan.

Namun, Jurist Tan dan Ibrahim Arief tidak hadir sesuai jadwal. Sementara itu, kehadiran Fiona belum dikonfirmasi oleh Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar.

Sebelumnya, penyidik Jampidsus juga menggeledah rumah Ibrahim Arief di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, pada Jumat (23/5/2025). Dari penggeledahan itu, penyidik menyita sejumlah barang bukti elektronik, seperti laptop dan ponsel milik Ibrahim.

Penggeledahan serupa dilakukan di dua unit apartemen milik Fiona Handayani dan Jurist Tan pada Rabu (21/5/2025). Dari lokasi tersebut, penyidik menyita total 24 barang bukti yang terdiri dari sembilan perangkat elektronik dan 15 dokumen, termasuk laptop, ponsel, dan buku agenda.

Kontruksi Perkara

Sebagaimana diketahui, Kejagung telah meningkatkan status penanganan kasus dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek periode 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Program ini berlangsung pada masa jabatan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan.

Dalam konstruksi perkara yang dipaparkan Harli, disebutkan bahwa pada tahun 2020, Kemendikbudristek menyusun rencana pengadaan bantuan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk satuan pendidikan dasar, menengah, dan atas. Program ini ditujukan untuk mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM).

Namun, uji coba terhadap 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menemukan sejumlah kendala. Salah satunya, perangkat hanya berfungsi optimal jika tersedia jaringan internet yang stabil. Padahal, infrastruktur internet di banyak wilayah Indonesia saat itu belum merata, sehingga penggunaan Chromebook dinilai tidak efektif untuk pelaksanaan AKM.

Kajian awal berupa Buku Putih yang disusun oleh Tim Teknis Perencanaan Pengadaan TIK awalnya merekomendasikan penggunaan sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu kemudian berubah menjadi Chrome OS/Chromebook yang diduga tidak sesuai dengan kebutuhan sebenarnya.

Dari keterangan saksi dan bukti yang dikumpulkan, penyidik menemukan indikasi adanya permufakatan jahat. Tim teknis diduga diarahkan untuk menyusun kajian teknis yang mengunggulkan Chromebook, bukan berdasarkan kebutuhan riil satuan pendidikan.

Anggaran pengadaan bantuan TIK untuk tahun anggaran 2020–2022 ditetapkan sebesar Rp3,58 triliun, ditambah dana alokasi khusus (DAK) sebesar Rp6,39 triliun, sehingga total anggaran mencapai Rp9,98 triliun.

“Berdasarkan uraian peristiwa tersebut, Tim Penyidik telah menemukan suatu peristiwa tindak pidana korupsi. Sehingga Tim Penyidik pada Jampidsus menaikkan status penanganan perkara dugaan korupsi pada Kementerian Pendidikan, Budaya, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek) dalam Program Digitalisasi Pendidikan Tahun 2019–2022 dari tahap penyelidikan menjadi tahap penyidikan,” kata Harli dalam keterangan tertulis, Senin (26/5/2025).

 

Komentar