Ilmuwan Jepang Mencangkokkan Kulit Hidup ke Robot

Ilmuwan Jepang Mencangkokkan Kulit Hidup ke Robot


Ilmuwan Jepang telah mengembangkan teknik untuk menempelkan kulit hidup yang bisa menyembuhkan diri sendiri ke wajah robot dan membuatnya “tersenyum”. Para ilmuwan berharap terobosan ini akan memungkinkan lebih banyak aplikasi robotika yang realistis dan interaktif di masa depan

Sebuah tim yang terdiri dari para peneliti dari Universitas Tokyo, Universitas Harvard, dan Pusat Penelitian Internasional untuk Neurointelijen telah menciptakan kulit yang tampak seperti manusia untuk robot menggunakan sel kulit yang masih hidup.

Penelitian mereka dipublikasikan dalam jurnal Cell Reports Physical Science dan bisa menjadi langkah maju yang besar dalam robotika. Juga membuat robot tampak lebih manusiawi, dan meningkatkan daya tahan serta mendorong penggunaannya di sejumlah besar bidang.

“Produk ini dibuat dengan membudidayakan sel-sel kulit yang diperoleh dari jaringan kulit berlebih selama operasi, bersama dengan jaringan kolagen. Dalam penelitian ini, kami membuat jaringan kulit yang difiksasi ke perangkat dengan cara memadatkan kulit di sekitar perangkat dengan struktur jangkar perforasi,” kata Michio Kawai, penulis utama penelitian tersebut, mengutip BBC Science Fokus.

Awalnya, tim mencoba menggunakan kait kecil untuk menjaga kulit tetap menempel pada wajah, tetapi itu malah menyebabkan robekan. Upaya sebelumnya telah menggunakan teknik lain untuk mengamankan kulit, tetapi teknik ini sering kali meninggalkan gumpalan, sehingga mengurangi tampilan robot yang mirip manusia. ‘Struktur jangkar perforasi’ malah meniru cara kerja kulit asli dan menghasilkan tampilan yang jauh lebih alami pada kulit robot.

Tubuh manusia mengandung struktur yang dikenal sebagai fasia. Ini adalah lapisan tipis jaringan ikat yang menahan setiap organ, pembuluh darah, serabut saraf, dan otot pada tempatnya. Para peneliti mencoba menciptakan kembali struktur ini dengan mengebor lubang pada robot dan mengoleskan gel berbasis kolagen, diikuti dengan mengoleskan kulit. Gel tersebut akan menutup lubang, sehingga kulit tetap pada tempatnya.

Jadi, kulit robot kini menjadi kemungkinan, tetapi mengapa kita melakukannya? “Tujuan utama di sini adalah menciptakan robot yang dapat memperbaiki sendiri kerusakan permukaan,” kata Kawai. “Seiring berkembangnya kecerdasan buatan, fungsi yang dibutuhkan kulit robot juga mulai berubah. Untuk menangani berbagai tugas yang lebih luas, robot telah mulai berevolusi dari kulit kaku menjadi robot lunak selama beberapa dekade.”

Kawai menyoroti perlunya robot untuk memiliki penampilan dan fungsi lebih nyata saat mereka menjalankan peran melibatkan komunikasi dan lingkungan yang tidak pasti. Kulit yang dikultur mudah dan terjangkau untuk diperbaiki, menjadikannya pilihan layak untuk penggunaan jangka panjang pada robot.

pasca-penutup
Upaya mencangkokan kulit manusia pada robot (Foto: Takeuchi dkk)

Masih Hadapi Kendala 

Namun, masih ada kendala yang harus diatasi. Kendala utama adalah kulit tidak dapat dibiarkan di udara terbuka terlalu lama karena tidak mengandung pembuluh darah; paparan tersebut menyebabkan kulit mengering dan mati dalam hitungan jam.

“Langkah selanjutnya adalah membuat jalur suplai nutrisi dan kelembapan, mirip dengan pembuluh darah, di dalam jaringan kulit agar dapat digunakan dalam jangka panjang.” Kendala lainnya adalah, meskipun kulit secara alami fleksibel dan metode pemasangannya pada robot sangat kuat (sehingga kulit harus tetap di tempatnya tanpa robek atau terkelupas), kulit harus ditangani dengan sangat hati-hati.

“Memanipulasi jaringan biologis yang lembut dan basah selama proses pengembangan jauh lebih sulit daripada yang diperkirakan orang,” kata Shoji Takeuchi, profesor sistem biohibrida di Universitas Tokyo. “Jika sterilitas tidak dipertahankan, bakteri dapat masuk dan jaringan akan mati.”

Takeuchi dan timnya telah mengerjakan sejumlah proyek serupa di masa lalu, termasuk kulit yang dapat menyembuhkan, robot kecil dengan jaringan otot biologis, dan pencetakan 3D daging hasil rekayasa genetika.

Faktanya, tim tersebut sebelumnya mengerjakan sepotong kulit robot beberapa tahun yang lalu. Dengan menggunakan campuran kolagen dan fibroblas kulit manusia, mereka membuat larutan kulit. Mencelupkan jari robot ke dalam larutan kulit menghasilkan jari manusia yang realistis.

Selama proses pengembangan robot yang dilapisi kulit ini, tim menemukan sejumlah tantangan. Misalnya, perlunya kerutan dan lapisan kulit yang lebih tebal untuk meniru ekspresi manusia.

Meskipun para peneliti berhasil menciptakan robot yang ‘tersenyum’, masih banyak yang harus dilakukan untuk dapat meniru kulit manusia secara menyeluruh. Tim tersebut yakin bahwa hal ini bergantung pada struktur anatomi yang ditemukan pada manusia, termasuk kelenjar, pori-pori, pembuluh darah, lemak, dan saraf.

Di masa lalu, tim lain telah mampu menciptakan sensor bagi robot untuk “merasakan” rasa sakit dan sensasi lainnya. Seiring dengan peningkatan teknologi robotika lunak, kita perlahan-lahan mendekati bentuk robot yang dapat meniru kulit, perasaan, dan ekspresi manusia.

Meskipun fokus utamanya adalah pada penggunaan kulit dalam robotika, penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk penuaan kulit, kosmetik, dan prosedur pembedahan termasuk bedah plastik. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai alat pelatihan, yang menawarkan kesempatan kepada ahli bedah untuk bekerja pada robot berkulit asli.

Namun, butuh waktu sebelum teknologi ini dapat digunakan secara umum. Masih ada masalah dengan kulit dan teknologi ini hanya digunakan untuk tujuan demonstrasi dalam makalah penelitian yang dipublikasikan.

Komentar