Komisi I DPR RI menilai bahwa pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), harus memprioritaskan penggunaan server mandiri dalam program digitalisasi pendidikan nasional. Hal ini untuk mencegah adanya intervensi pihak luar terhadap pemanfaatan data pendidikan.
Kekhawatiran tersebut muncul terkait potensi penyalahgunaan data pelajar demi kepentingan bisnis, imbas kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di era Mendikbud Nadiem Makarim.
“Pembangunan ekosistem digital yang lebih mandiri dan berdaya tahan harus menjadi prioritas, guna memastikan bahwa pengelolaan data pendidikan sepenuhnya berada dalam kendali nasional dan tidak menimbulkan risiko terhadap keamanan informasi strategis,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Dave Laksono, dalam keterangan tertulis kepada Inilah.com, Minggu (15/6/2025).
Dave menegaskan bahwa keberadaan server nasional sangat penting demi menjamin kedaulatan data serta menghindari ketergantungan terhadap entitas asing seperti Google.
“Keberadaan server nasional untuk program pendidikan sangat penting guna memastikan kedaulatan data dan menghindari ketergantungan pada pihak asing,” katanya.
Pembangunan server pendidikan digital yang mandiri ini, menurut Dave, dapat dilakukan melalui penguatan infrastruktur digital.
“Gangguan teknis yang terjadi pada Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) menunjukkan bahwa Indonesia masih perlu memperkuat infrastruktur digital agar data pendidikan tetap aman dan tidak mudah diakses oleh pihak luar,” ucapnya.
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan catatan tim redaksi Inilah.com, saat menjabat Mendikbudristek, Nadiem Makarim menjalin sejumlah kerja sama digitalisasi pendidikan dengan Google. Mulai dari pengadaan laptop berbasis sistem operasi Chrome OS milik Google yang kini bermasalah di Kejaksaan Agung, juga ada program kolaborasi dengan Google melalui inisiatif Google for Education dalam kerjasama perakitan Chromebook di dalam negeri.
Selain perangkat keras, Google juga terlibat dalam sistem komputasi awan (cloud), seperti basis data guru berbasis cloud di Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) dan pengembangan platform Belajar.id, hasil kerja sama dengan Google for Education.
Kasus Korupsi Chromebook
Sementara itu, Kejaksaan Agung telah meningkatkan penanganan perkara dugaan korupsi dalam Program Digitalisasi Pendidikan Kemendikbudristek 2019–2022 ke tahap penyidikan sejak 20 Mei 2025. Program ini digagas saat Nadiem masih menjabat menteri.
Menurut Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, pada 2020 Kemendikbudristek merancang pengadaan perangkat TIK untuk mendukung pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) di pendidikan dasar dan menengah.
Namun, uji coba 1.000 unit Chromebook oleh Pustekkom pada 2018–2019 menunjukkan berbagai kendala. Chromebook hanya bekerja optimal dengan jaringan internet stabil, sementara infrastruktur di banyak daerah belum memadai.
Kajian awal (white paper) Tim Teknis awalnya merekomendasikan sistem operasi Windows. Namun, rekomendasi itu berubah menjadi Chrome OS, yang diduga tidak mencerminkan kondisi faktual di lapangan.
Penyidik menduga adanya permufakatan jahat, di mana Tim Teknis diarahkan menyusun kajian yang mengunggulkan Chromebook.
Total anggaran pengadaan TIK dalam program ini mencapai Rp9,98 triliun, terdiri atas Rp3,58 triliun dari anggaran Kemendikbudristek dan Rp6,39 triliun dari Dana Alokasi Khusus (DAK).
Sementara itu, mantan Mendikbudristek periode 2019–2024, Nadiem Makarim, membantah tuduhan bahwa dirinya mengarahkan kajian teknis pengadaan Chromebook.
Ia menjelaskan bahwa uji coba awal dilakukan saat era Mendikbudristek 2016–2019, Muhadjir Effendy, yang ditujukan untuk sekolah di daerah 3T. Namun, saat itu hasilnya tidak optimal karena keterbatasan infrastruktur internet.
“Jadinya memang sepengetahuan saya ada narasi bahwa ada kajian yang menyebut bahwa Chromebook itu tidak cocok untuk diaplikasikan di sekolah. Saya ingin klarifikasi memang ada uji coba Chromebook yang terjadi sebelum masa kementerian saya. Dan uji coba tersebut itu dilakukan di daerah 3T,” ujar Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (10/6/2025).
Pada masa kepemimpinannya, kajian teknis dilakukan ulang dengan mempertimbangkan kesiapan sekolah yang memiliki akses internet memadai.
“Saya ingin mengklarifikasi bahwa proses pengadaan laptop yang terjadi di masa jabatan saya tidak ditargetkan untuk daerah 3T, yang boleh menerima laptop dari pengadaan ini hanya sekolah-sekolah yang punya akses internet,” tegasnya.
Nadiem juga menegaskan bahwa proses kajian dilakukan secara cermat.
“Untuk menjawab mengenai kenapa Chromebook, ini menurut saya sangat penting bahwa dalam pengadaan sebesar ini kita harus selalu berhati-hati dan melakukan kajian dengan detail,” katanya.