Inggris Siap Akui Negara Palestina, Tekankan Solusi Dua Negara dan Tolak Pendudukan Israel

Inggris Siap Akui Negara Palestina, Tekankan Solusi Dua Negara dan Tolak Pendudukan Israel


Pemerintah Inggris menegaskan komitmennya terhadap solusi dua negara dengan mengeluarkan nota kesepahaman baru bersama Otoritas Palestina. Dokumen ini menjadi sinyal kuat dari London untuk mengakui Negara Palestina secara resmi, sekaligus menolak pendudukan ilegal Israel di sejumlah wilayah, termasuk Yerusalem Timur.

Langkah ini diumumkan menjelang Sidang Majelis Umum PBB pada September mendatang, di mana Inggris berencana mengambil langkah bersejarah dengan mengakui negara Palestina. Dalam nota kesepahaman itu, London menyatakan secara tegas bahwa Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza ‘harus disatukan kembali di bawah satu otoritas tunggal’.

Dokumen ini juga menempatkan Otoritas Palestina pada peran sentral dalam masa depan Gaza. Mereka harus memegang kendali atas tata kelola, keamanan, dan pemulihan awal pasca-konflik. Pandangan ini secara implisit menolak usulan Amerika Serikat (AS) tentang pengambilalihan Gaza oleh pihak ketiga dan mendukung ‘perencanaan pemulihan dan rekonstruksi Gaza yang dipimpin oleh Palestina’.

Kesenjangan Kebijakan yang Kian Lebar

Kebijakan baru ini menciptakan jurang pemisah yang belum pernah terjadi sebelumnya antara Inggris dan Israel. Ketegangan diplomatik antara kedua negara semakin memuncak dalam beberapa bulan terakhir. Pada Juni lalu, Inggris bahkan menjatuhkan sanksi kepada dua menteri Israel, Itamar Ben Gvir dan Bezalel Smotrich, atas ‘hasutan kekerasan berulang terhadap komunitas Palestina’.

Situasi memanas setelah parlemen Israel pada 23 Juli mengesahkan mosi tidak mengikat yang menyerukan pencaplokan Tepi Barat. Tak lama setelah itu, pada 4 Agustus, sumber yang dekat dengan Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu dilaporkan mengungkap bahwa Israel kini mendorong ‘pendudukan penuh terhadap Jalur Gaza’, sebuah langkah yang kemungkinan besar akan memperluas operasi militer darat.

Menanggapi langkah Inggris, Kantor PM Israel segera bereaksi keras. Melalui media sosial X, mereka mengecam niat Inggris dengan menyatakan, “(Keir) Starmer [PM Inggris] memberi hadiah atas terorisme biadab Hamas & menghukum para korbannya. Sebuah negara jihad di perbatasan Israel HARI INI akan mengancam Inggris BESOK.”

Komitmen untuk Kemerdekaan dan Pemilu

Dalam nota kesepahaman tersebut, Inggris juga menegaskan kembali bahwa ‘Inggris mengakui hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, termasuk hak atas negara merdeka’. Langkah ini selaras dengan komitmen serupa yang telah diumumkan Prancis pada 24 Juli.

Apabila rencana ini terlaksana tanpa hambatan diplomatik, Inggris dan Prancis akan menjadi negara G7 pertama yang secara resmi mengakui kemerdekaan Palestina.

Dokumen tersebut juga menyerukan penyelenggaraan ‘pemilu umum yang inklusif di Tepi Barat, termasuk Yerusalem Timur, dan Gaza’ sesegera mungkin. Langkah ini dianggap sebagai upaya untuk memperkuat legitimasi Otoritas Palestina dan memberikan jalan bagi rakyatnya untuk menentukan masa depan mereka sendiri.

Di tengah dinamika ini, PM Israel Benjamin Netanyahu sendiri menghadapi tekanan internasional. Ia kini menjadi buronan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) di Den Haag atas dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, terutama terkait dengan penggunaan kelaparan sebagai senjata perang di Gaza.

Komentar