Gejolak geopolitik dan ekonomi global yang tak kunjung reda memang jadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi ekonomi nasional. Namun, ada masalah internal yang tak kalah menggerogoti: iklim investasi yang diganggu ‘premanisme ekonomi’. Demikian penegasan Novita Hardini, anggota Komisi VII DPR-RI, kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (5/7/2025).
Novita menyoroti fenomena miris, di mana banyak investasi yang sebenarnya sudah masuk, tapi tak bisa berlanjut. Penyebabnya? Maraknya pemalakan, premanisme, hingga intervensi dari ormas-ormas atau LSM yang punya kepentingan tertentu.
“Bagaimana negara bisa hadir menjamin iklim keamanan investasi yang masuk serta tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia,” kritik Novita, mempertanyakan langkah konkret pemerintah.
Ia juga mendesak Kementerian Perindustrian dan instansi terkait untuk memperkuat kebijakan demi iklim investasi yang stabil dan berkelanjutan. Tujuannya jelas, untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan memperluas pasar ekspor Indonesia.
Cilegon, Alarm Premanisme Ekonomi!
Sinyal bahaya ini bukan isapan jempol. Kasus pemalakan terhadap PT Chandra Asri Alkali (CAA) di Cilegon, Banten, jadi bukti konkret. Sekelompok oknum yang mengatasnamakan KADIN Cilegon diduga kuat melakukan aksi pemalakan terhadap kontraktor proyek vital ini.
M. Hanif Dhakiri, Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI, tak segan menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk premanisme ekonomi. Menurut Hanif, kejadian di Cilegon adalah alarm keras bagi iklim investasi nasional.
“Dugaan pemalakan oleh oknum anggota KADIN Cilegon terhadap investor bukan sekadar aib, tapi alarm keras bagi iklim investasi nasional. Jika benar terjadi, ini bukan hanya pelanggaran etika, tapi bentuk premanisme ekonomi yang menggerogoti kepercayaan investor,” tegas Hanif, saat dihubungi Inilah.com, Kamis (15/5/2025) lalu.
Sorotan tajam dari DPR ini seharusnya jadi warning serius bagi pemerintah. Jangan sampai potensi investasi yang besar ini kandas hanya karena oknum-oknum yang merusak iklim usaha.
Di tengah kompetisi global yang makin sengit, kepastian dan keamanan berinvestasi adalah mutlak. Mampukah pemerintah memastikan ‘rumah’ investasi Indonesia aman dari gangguan para preman ekonomi?