Israel menghadapi beban keuangan yang meningkat sebagai akibat dari konfrontasi militernya dengan Iran. Perkiraan menunjukkan biaya perang menguras ekonomi Israel hingga ratusan juta dolar per hari. Biaya yang mengejutkan tersebut menimbulkan keraguan tentang kemampuan Israel bertahan dari serangan yang berkepanjangan.
Mengutip The Wall Street Journal (WSJ), biaya yang menjadi pusat perhatian adalah pengerahan sistem pertahanan rudal canggih yang digunakan untuk melawan serangan balasan Iran. Menurut para ahli, biaya harian peluncuran pencegat saja bisa mencapai US$200 juta sekitar Rp3,28 triliun.
Ditambah lagi dengan pengeluaran untuk amunisi, misi udara, dan kerusakan parah yang disebabkan oleh serangan rudal Iran terhadap infrastruktur Israel. Angka awal menyebutkan biaya rekonstruksi tidak kurang dari US$400 juta atau sekitar Rp6,5 triliun.
Meskipun pejabat Israel mengklaim kampanye militer mereka mungkin berlangsung selama dua minggu, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak menunjukkan tanda-tanda mundur sebelum mencapai tujuan politik jangka panjangnya, seperti membongkar kemampuan pertahanan Iran dan program nuklirnya meskipun banyak pihak menilai tudingan itu masih bersifat dugaan.
“Faktor utama yang benar-benar akan menentukan biaya perang adalah durasinya,” kata Karnit Flug, mantan gubernur Bank Israel, mengutip WSJ, Jumat (20/6/2025). “Jika perang berlangsung seminggu, itu satu hal. Jika perang berlangsung dua minggu atau sebulan, itu cerita yang sangat berbeda.”
Biaya Pencegahan Meningkat
Respons rudal Iran, yang mencatat lebih dari 400 rudal diluncurkan dalam beberapa hari terakhir, telah mengungkap besarnya biaya yang dikeluarkan untuk mencoba mengantisipasi serangan itu. Setiap intersepsi menggunakan sistem David’s Sling menghabiskan biaya sekitar $700.000 atau sekitar Rp11,5 triliun.
Sementara Arrow 3, yang dimaksudkan untuk mencegat rudal balistik di luar angkasa, menghabiskan biaya hingga $4 juta (Rp 65,6 miliar) untuk setiap peluncuran. Bahkan pencegat Arrow 2 yang lebih tua saja nghabiskan biaya sekitar $3 juta (sekitar Rp50 miliar).
Di luar masalah keamanan, operasi ofensif Israel memiliki harga tersendiri. Menjaga jet F-35 canggih di udara untuk misi jarak jauh yang menargetkan wilayah Iran sejauh 1.600 km, menurut analis keamanan Yehoshua Kalisky, menghabiskan biaya sekitar $10.000 (Rp164 juta) per jam per jet. Biaya bahan bakar, bom presisi, dan operasi pendukung hanya menambah beban harian.
“Biaya per hari jauh lebih besar daripada perang di Gaza atau dengan Hizbullah. Dan semuanya berasal dari amunisi. Itulah biaya yang besar,” kata Zvi Eckstein dari Universitas Reichman. Lembaganya memperkirakan perang selama satu bulan dengan Iran akan menghabiskan biaya dari pihak Israel sekitar $12 miliar atau hampir Rp197 triliun.
Analis mengatakan ekonomi Israel sangat rentan. Banyak sektor lumpuh akibat respons Iran. Bandara utama ditutup, bisnis berhenti, dan hanya layanan penting yang diizinkan beroperasi. Sementara itu, lembaga pemeringkat kredit global S&P mengeluarkan peringatan meskipun tidak merevisi prospek kredit Israel. Investor, untuk saat ini, tampaknya bertaruh pada perang singkat, asumsi yang mungkin terbukti salah.
Di lapangan, serangan presisi Iran telah menghancurkan ilusi kekebalan Israel. “Biayanya setidaknya puluhan juta dolar untuk memperbaiki satu gedung pencakar langit yang baru dibangun di pusat kota Tel Aviv,” kata insinyur struktur Eyal Shalev.
Lebih dari 5.000 warga Israel telah dievakuasi dari lingkungan yang rusak akibat rudal dan kini ditampung sementara di hotel-hotel didanai negara. Penargetan Iran terhadap infrastruktur penting telah efektif, termasuk dua serangan terhadap kilang minyak terbesar Israel di utara, yang memaksa penutupan dan menewaskan tiga pemukim. Pekerja di sektor-sektor utama telah diinstruksikan untuk tetap tinggal di rumah di tengah meningkatnya ketidakstabilan.
Respons Iran tidak hanya mengubah keseimbangan militer tetapi juga mengungkap kerentanan mendalam ekonomi Israel dan infrastruktur sipil. Dengan meningkatnya biaya, moral publik yang rusak, dan ketidakpastian yang meningkat, kelanjutan perang mungkin terbukti lebih merugikan Tel Aviv daripada yang diperkirakan.