Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi menyatakan, penerapan Payment ID oleh Bank Indonesia (BI), bukan dalam rangka untuk memata-matai rekening masyarakat di perbankan.
“Jangan istilahnya memata-matai begitu. Itu agak kurang pas, tetapi yang harus didukung adalah semangatnya. Segala sesuatu yang berkenaan dengan transaksi-transaksi, harus kita monitor. Hasil monitornya itu peruntukannya apa, itulah yang kemudian harus diatur,” ungkap Mensesneg Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
Ia menegaskan, bukan sembarang data atau transaksi perbankan yang dimonitor pemerintah. Karena, hal itu berkaitan dengan aturan tentang perlindungan data pribadi.
“Semangatnya adalah semua transaksi-transaksi itu, negara harus tahu. Kita semua harus tahu, karena banyak juga yang kemudian terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Misalnya dalam hal penyaluran bantuan sosial (bansos), kalau tadi makna memata-matainya bukan kemudian kita ingin kepo atau melihat. Enggak. Tetapi semangatnya untuk perbaikan,” kata dia.
“Ternyata setelah dimapping, bahasa lainnya diidentifikasi, ketemulah hal-hal yang seharusnya tidak terjadi antara saudara-saudara. Karena, seharusnya sudah tidak layak menerima bantuan sosial, masih menerima,” sambungnya.
Kemudian, lanjut Prasetyo, keluarga penerima manfaat (KPM) untuk batuan sosial (bansos), setelah diidentifikasi justru dipergunakan untuk kegiatan tak pantas, misalnya judi online (judol).
Pria asal Ngawi, Jawa Timur Jatim) ini, menerangkan, teknologi yang digunakan dalam Payment ID, sudah sangat mumpuni untuk mendeteksi seluruh transaksi. Jadi, publik tak perlu khawatir akan kebocoran data pribadinya.
“(Teknologinya sudah) sangat mumpuni. Jadi kita mampu mendeteksi, menganalisa dengan teknologi yang sekarang sulit rasanya untuk disembunyikan ini semua transaksi, kegiatan ekonomi itu akan sulit kalau disembunyikan oleh pihak-pihak tertentu,” ucap dia.
Oleh karena itu, dirinya menekankan tidak akan ada penyalahgunaan data dalam penerapan Payment ID ini.
“Enggak boleh (datanya disalahgunakan), kan ada perlindungan-perlindungan data pribadi apalagi bersifat yang (privasi), enggak boleh. Tapi yang bersifat laporan terbuka misalnya tadi hasil produksi berapa itu, sesuatu yang harus terbuka enggak boleh juga kemudian disembunyikan,” tandasnya.
Sebelumnya, Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran (DKSP) BI, Dicky Kartikoyono menginformasikan, sistem Payment ID tidak jadi diluncurkan bulan ini, atau bertepatan dengan HUT ke-80 RI pada 17 Agustus 2025.
“Sampai hari ini, belum ada yang namanya Payment ID. Kita masih sandbox, uji coba, ya piloting, begitu ya. Semuanya masih kita kerjakan di BI,” kata Dicky di Jakarta, Selasa (12/8/2025).
Sebelum dijalankan, kata Dicky, sistem ini akan diuji-cobakan bersama pemerintah pada September 2025, terkait penyaluran bantuan sosial (bansos) nontunai.
“Uji cobanya saat bansos nontunai. Jadi masih diuji coba. Bansos nontunai kan ada program barunya. Disalurkan pemerintah pada September. Ada rencana di-launching (bansos) di Banyuwangi. Itu yang kita bantu uji-coba. Ya, sekadar melakukan identifikasi apa yang selama ini BI punya,” ujar Dicky.
Terkait sistem Payment ID ini, lanjutnya, BI menjamin kerahasiaan data transaksi masyarakat bisa terjaga. Seluruh data tetap aman dan hanya bisa digunakan dengan persetujuan.
“Setiap data individu kalau di sistem keuangan harus dengan concern, harus dengan persetujuan dari pemilik datanya, tidak bisa sembarangan. Itu backbone-nya bisnis kepercayaan yang namanya perbankan,” kata Dicky.