Jangan Hanya Raja Ampat, Greenpeace Desak Pemerintah Cabut Seluruh IUP di Pulau Kecil

Jangan Hanya Raja Ampat, Greenpeace Desak Pemerintah Cabut Seluruh IUP di Pulau Kecil


Kepala Global Greenpeace untuk Kampanye Hutan Indonesia, Kiki Taufik menyoroti tindakan pemerintah yang hanya mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya.

Lebih miris lagi, pemerintah tak mencabut IUP milik PT Gag Nikel yang jelas-jelas beroperasi di Pulau Gag, Raja Ampat. Anak usaha PT Aneka Tambang (Persero/Antam) Tbk ini, menjadi satu-satunya perusahaan yang izinnya tak dicabut.

Saat ini, Kiki mengatakan, pihaknya masih menunggu pemerintah mengeluarkan surat resmi pencabutan IUP dari empat perusahaan tambang nikel, yakni PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), dan PT Nurham.

“Kami menunggu surat keputusan resmi dari pemerintah yang bisa dilihat secara terbuka oleh publik. Kami juga tetap menuntut perlindungan penuh dan permanen untuk seluruh ekosistem Raja Ampat. Cabut semua izin tambang yang aktif, maupun yang tidak aktif,” ujar Kiki di Jakarta, Minggu (16/5/2025).

Kiki juga menyinggung IUP yang telah dicabut, kemudian diterbitkan kembali oleh pemerintah, lantaran adanya gugatan. Tak hanya itu, Greenpeace mendesak agar pemerintah juga mencabut seluruh IUP di pulau-pulau kecil di Indonesia yang menimbulkan kerusakan ekosistem.

“Bukan hanya di Raja Ampat, izin tambang nikel di pulau-pulau kecil di wilayah lain di Indonesia timur telah menimbulkan kehancuran ekologis dan menyengsarakan hidup masyarakat adat dan lokal,” kata dia.

“Kami mendesak pemerintah untuk juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin-izin tambang tersebut,” sambungnya.

Dia pun meminta agar seluruh pembangunan di Indonesia khususnya Papua harus mengedepankan prinsip kemanusiaan dan keterlibatan masyarakat.

“Seluruh pembangunan di Indonesia, khususnya di Tanah Papua, harus tetap memastikan prinsip-prinsip kemanusiaan, keadilan, pelibatan publik secara bermakna, dan persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (padiatapa) jika menyangkut masyarakat adat dan komunitas lokal,” tegas dia.

Hal senada disampaikan Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELOS), Bhima Yudhistira mengatakan, jangan hanya 4 IUP nikel di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya saja yang dicabut. Masih banyak tambang nikel yang beroperasi di pulau kecil, membuat alamnya rusak.

“Seluruh izin tambang yang beroperasi di pulau-pulau kecil, memang harus dicabut sesuai aturan. Maka keputusan Menteri ESDM patut diapresiasi untuk cabut izin tambang terutama di pulau kecil. Tapi jangan ada diskriminasi,” kata Bhima, Jakarta, Sabtu (14/6/2025).

Selanjutnya Bhima menyebut, IUP tambang nikel milik PT Gag Nikel seharusnya juga dicabut. Bukan malah diperpanjang karena menimbulkan citra tebang pilih atau diskriminasi. “PT Gag Nikel itu, harusnya dicabut izin tambangnya secara permanen. Agar ada fairness atau azas keadilan bagi semua pemegang IUP,” ungkapnya.

Demikian pula sejumlah tambang nikel yang telah merusak pulau-pulau kecil di kawasan sentra nikel. Misalnya di Pulau Wawonii dan Pulau Kabaena di Sulawesi Tenggara (Sultra). Serta beberapa pulau kecil di Halmahera mengalami kerusakan lingkungan hebat akibat ugal-ugalan menambang nikel.

Terkait tata kelola tambang nikel, lanjut Bhima, pemerintah seharusnya melakukan moratorium perizinan tambang dan smelter nikel. Alasannya, pasar nikel saat ini mengalami kelebihan pasokan alias oversupply yang cukup besar. Alhasil, harga nikel terjun bebas di pasar dunia.

“Kondisi saat ini, terjadi oversupply produk nikel olahan jenis NPI dan feronickel sebagai bahan baku baja tahan karat. Apalagi sejak Tsingshan setop produksi baja tahan karat, itu jelas sinyal oversupply,” imbuhnya.
    
 

Komentar