Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyoroti beberapa pernyataan presiden Prabowo Subianto terkait pendidikan di Sidang Tahunan MPR dan bersama DPR-DPD RI kemarin.
Salah satunya, ia mempertanyakan optimalisasi 20 persen dari APBN untuk pendidikan yang dinilai tidak terbukti. Ubaid menjelaskan, pada APBN 2025, 20 persen anggaran pendidikan malah masih tetap bocor untuk pembiayaan sekolah-sekolah kedinasan dan juga dukungan program baru bernama MBG.
“Dua item ini jelas menyalahi pembiayaan yang seharusnya diutamakan sebagaimana tercantum dalam UU Sisdiknas, tapi nyatanya Presiden tutup mata. Apakah ini disebut optimalisasi atau lebih tepat disebut sebagai politisasi anggaran pendidikan?,” kata Ubaid kepada Inilah.com, Sabtu (16/8/2025).
Selain itu, pihaknya juga mempertanyakan, soal tumpukan persoalan guru yang hanya disimplifikasi dengan istilah ‘kado untuk guru’. Menurutnya, para guru tidak membutuhkan kado kesejahteraan. Sebab, hal itu adalah hak guru yang harus ditunaikan Presiden.
Lebih lanjut, Ubaid juga menilai sekolah garuda yang didesain untuk mencetak pemimpin-pemimpin nasional di masa depan, menunjukkan layanan pendidikan yang tidak setara, tapi penuh dengan nuansa segregasi dan diskriminasi.
“Mengapa sekolah garuda begitu diunggulkan sebagai sekolah calon pemimpin nasional. Bagaimana nasib anak-anak yang belajar di sekolah rakyat yang kental dengan labelisasi ‘sekolah miskin’ dan juga nasib sekolah negeri yang kini tidak lagi diperhitungkan dan tidak diunggulkan?,” ujarnya.
Ubaid menekankan, kehadiran sekolah garuda ini, mengingatkan kita pada keberadaan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)/Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), yang telah dibubarkan oleh Mahkamah Konstitusi pada 8 Januari 2013 karena dianggap inkonstitusional.
“Jadi, sesuatu yang telah dikubur karena inkonstitusional, mengapa kini dibangkitkan kembali?,” ucap Ubaid.
Karena itu, JPPI mendesak Presiden untuk segera mengevaluasi dan meninjau kembali klaim-klaim terkait pendidikan yang tidak berdasar
“Dan segera mengembalikan kebijakan pendidikan sesuai dengan konstitusi UUD 1945 pasal 31, serta mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan persoalan krusial yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan adalah hak seluruh rakyat, bukan komoditas politik untuk diklaim keberhasilannya tanpa bukti,” pungkasnya.