Pengamat film nasional, Benny Benke, menilai kekecewaan publik terhadap film Merah Putih: One For All wajar terjadi karena ekspektasi penonton sudah terlanjur tinggi setelah kesuksesan Jumbo.
Menurutnya, Jumbo yang berhasil menembus pasar Malaysia dan beberapa negara tetangga, hingga berpotensi masuk ke pasar Eropa, telah menjadi benchmark bagi pecinta film animasi Indonesia.
“Bisa jadi (benchmark), karena sudah terlanjur diberi suguhan apalagi film-film dari Hollywood yang kualitasnya kita tahu seperti itu. Jumbo juga sudah luar biasa, diputar di Malaysia, beberapa negara jiran, dan mungkin nanti beberapa Eropa juga mereka sudah melakukan pendekatan,” kata Benke dalam keterangannya yang sudah mendapat izin Inilah.com untuk dikutip, Rabu (13/8/2025).
“Ya benchmarknya di situ mereka secara tidak langsung ingin mendapatkan paling tidak se-level dengan yang sudah ditonton. Itu hal yang biasa saja,” lanjut Benke.
Benny menjelaskan, secara tidak langsung, penonton mengharapkan kualitas yang setidaknya setara dengan Jumbo.
Apalagi, film tersebut sukses meraih lebih dari 10 juta penonton, meski jumlah itu sempat menuai perdebatan terkait keasliannya.
“Yang pasti mungkin layar bioskopnya dapat dipastikan tidak semasif. Katakanlah film yang dibandingkan Jumbo,” kata dia.
“Yang notabene jadi penonton film terbanyak di Indonesia yang sudah 10 juta lebih. Bahwa 10 juta lebih itu pun ada perdebatan apakah itu angka natural atau angka yang disuntik atau dibom itu dua hal yang berbeda. Tapi intinya secara praktik dicatat di repot lebih dari 10 juta,” ujarnya.
Lebih jauh, Benke menegaskan untuk saat ini dirinya tidak mau memberikan penilaian lebih lanjut terkait bagus atau tidaknya film Merah Putih: One For All yang diproduksi oleh rumah film, Perfiki Kreasindo.
“Jadi biarkan penonton aja nanti yang akan menilai, melakukan judgement. Dan kalau layak ya mereka akan datang. Kalau tidak layak ya biarkan mereka akan mengambil secara instinkif saja,” katanya.