Para jurnalis dan pekerja media di Afrika Selatan (Afsel) tak bisa lagi menahan amarah. Mereka turun ke jalan, menggelar aksi unjuk rasa di Sea Point, Cape Town, pada Minggu (17/8/2025) untuk menuntut perlindungan bagi rekan-rekan mereka di Jalur Gaza. Ribuan pekerja media mengekspresikan solidaritas mendalam atas gugurnya para jurnalis Palestina di medan perang.
Aksi ini digelar menyusul kabar duka yang mengguncang komunitas pers global: lima koresponden Al Jazeera dan seorang reporter lepas tewas akibat serangan udara Israel. Mereka diserang saat berada di sebuah tenda, di luar Rumah Sakit Al-Shifa, Gaza City, pada 10 Agustus lalu.
Menurut pihak penyelenggara, unjuk rasa ini diikuti oleh 2.000 lebih partisipan. Aksi ini digagas oleh kelompok Journalists Against Apartheid (JAA) dan Kampanye Solidaritas Palestina, yang juga didukung oleh sejumlah organisasi lain, seperti Mothers4Gaza, South African Jews for a Free Palestine, dan Healthcare Workers 4 Palestine.
Media Barat Dianggap Kompak Tutup Mata
Dalam pernyataan resminya, JAA mengecam keras apa yang mereka sebut sebagai ‘penargetan sistematis’ Israel terhadap para jurnalis Palestina. Menurut mereka, penargetan ini dilakukan untuk membungkam suara-suara yang mengungkap kejahatan perang dan genosida. ‘Pembantaian media’ di Gaza, demikian JAA menyebutnya.
Bahkan, JAA tak segan-segan menuding media Barat ikut memperkuat narasi Israel, sambil membungkam suara rakyat Palestina.

“Kami sangat marah dengan media Barat yang terus menyebarkan kebohongan Israel tanpa pemeriksaan yang cermat, sementara membungkam suara rakyat Palestina, sehingga genosida ini bisa terus berlanjut,” tutur anggota JAA, Deshnee Subramony.
Tidak hanya media Barat, JAA juga mengkritik media Afsel sendiri. Mereka menyoroti partisipasi sejumlah jurnalis dalam ‘perjalanan propaganda’ yang disponsori ke Israel tanpa mau mengungkap sumber pendanaan liputan mereka.
Tuntutan Tegas dan Momen Mengharukan
Dalam aksi tersebut, para demonstran menyampaikan sejumlah tuntutan. Mereka menyerukan pembebasan para jurnalis Palestina yang ditahan di Gaza dan Tepi Barat, pencabutan larangan media oleh Israel, dan dibukanya akses bagi koresponden asing untuk masuk ke Gaza.
Salah satu momen paling mengharukan dalam aksi itu adalah saat jurnalis Palestina, Aziz Bakr, membacakan kata-kata terakhir dari jurnalis senior Gaza yang menjadi korban, Anas al-Sharif. Suasana haru pun menyelimuti para peserta.
Sebagai bentuk dukungan nyata, 25 jurnalis senior Afsel juga menandatangani surat solidaritas yang akan dikirimkan kepada Pemerintah Afsel dan Kedutaan Besar Israel.
Data yang dikumpulkan oleh Komite Perlindungan Jurnalis, Federasi Jurnalis Internasional, dan Shireen.ps menunjukkan, sejak Oktober 2023, Israel telah menewaskan 269 jurnalis di Gaza. Angka ini menjadi pengingat brutal bahwa tugas jurnalistik di wilayah konflik kini menjadi misi hidup dan mati.