Kasino untuk Negeri: Ketika Negara Kehabisan Cara, Meja Judi Jadi Panggung Solusi?

Kasino untuk Negeri: Ketika Negara Kehabisan Cara, Meja Judi Jadi Panggung Solusi?


Wacana legalisasi kasino seperti menggambarkan betapa bingungnya negeri ini mencari cara keluar dari jebakan kesulitan keuangan. Seolah semua jalan sudah dicoba, padahal baru setengah langkah atau malah belum melakukannya, seperti memaksimalkan potensi sumber daya alam dan manusia yang masih berlimpah di negeri ini.

Di tengah tumpukan grafik defisit dan suara keroncongan perut kas negara yang makin kurus, sebuah ‘inspirasi’ muncul dari Gedung Senayan. Anggota Komisi XI DPR RI, Galih Kartasasmita, melontarkan ide, bagaimana kalau Indonesia ikut-ikutan negara di Arab membuka kasino?

Andai obrolan ini muncul di warung kopi, mungkin bisa dianggap bercanda. Tapi sayangnya, ini bukan guyonan tongkrongan. Wacana ini lahir di gedung megah yang katanya sakral tempat para wakil rakyat berkantor. Agak aneh, yang muncul bukan usulan membuat pabrik panel surya, bukan pula gebrakan inovasi UMKM digital, bukan pula pengembangan industri perikanan skala ekspor untuk meningkatkan pendapatan negara, tapi melegalkan kasino. 

Iya, betul. Kasino. Tempat di mana dadu dilempar, nasib dipertaruhkan, dan dompet digilas mesin jackpot. Tentu, Galih buru-buru klarifikasi. Katanya itu cuma contoh agar pemerintah kreatif mencari pendapatan, bukan usulan. Tapi seperti biasa, publik kadung heboh, sebab publik tahu, kalau sudah disebut, biasanya tinggal menunggu waktu sampai diamini. Begitu seringnya kita menyaksikan wacana berubah menjadi aturan resmi.

Dompet Negara Lagi Bokek

Latar belakangnya memang tragis, Indonesia lagi bokek. Bukan hanya kantong rakyat, tapi juga dompet negara. Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) seret, sementara belanja jalan terus. Nah, daripada terus mengandalkan utang, kenapa tidak ambil jalan pintas yang penuh lampu kelap-kelip dan suara denting mesin slot?

Logikanya sederhana, daripada uang rakyat lari ke judi online ilegal yang tidak tercatat, mendingan disediakan saja tempat resminya. Lumayan, negara dapat cuan, rakyat dapat hiburan, dan aparat tak usah lagi susah-susah merazia judi remi atau judi ilegal lainnya.

post-cover
Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Golkar, Galih Kartasasmita (tengah). (Foto: Dok. DPR RI).

Pendukung legalisasi kasino berargumen bahwa industri perjudian yang diatur dapat menjadi sumber pendapatan signifikan bagi negara. Sebagai contoh, Uni Emirat Arab (UEA) diperkirakan dapat meraih pendapatan dari kasino setara dengan 1,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), atau sekitar US$6,6 miliar. 

Kasino dapat menjadi daya tarik wisatawan asing dan investor, seperti yang terjadi di Makau dan Singapura. Thailand juga berharap, melegalkan kasino dapat meningkatkan sektor pariwisata dan ekonomi dengan target menarik lebih dari 36 juta pengunjung tahun ini. 

Kritik Kian Nyaring

Masalahnya, Indonesia bukan Makau bukan Dubai. Bukan pula seperti tetangganya Singapura, Kamboja, Filipina, Laos, atau Myanmar yang telah meraup keuntungan dari kompleks kasino besar. Indonesia adalah negeri yang satu kakinya berdiri di undang-undang, satu kakinya di kitab suci, dan sisanya di reruntuhan logika pembangunan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) langsung pasang badan. “Jangan berpikir melegalkan untuk menambah pendapatan negara. Mari berupaya melakukan maksimalisasi eksplorasi alam. Selain perjudiaan bertentangan dengan UU juga menentang norma masyarakat,” kata KH Cholil Nafis, Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Selasa (13/5/205) di Jakarta.

Banyak tokoh mengingatkan bahwa judi itu bukan cuma dosa pribadi, tapi juga dosa struktural. Melegalkan kasino, sama dengan mengundang bencana sosial berjilid-jilid. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga ikut menggelengkan kepala tanda tak setuju. 

“Negara punya tanggung jawab moral dan konstitusional untuk memberantas judi dan melindungi warganya dari dampak negatif, bukan justru melegalkannya. Ekonomi judi adalah ekonomi ilusi, bukan solusi bagi bangsa ini,” ucap Muhammad Kholid, Juru bicara DPP PKS Rabu (14/5/2025).

post-cover
Anggota DPR RI sekaligus Juru Bicara PKS Muhammad Kholid. (Foto: Antara/Melalusa Susthira K).

Kritik terhadap gagasan yang sering mengemuka ini sangat kencang. Kalau ini jadi direalisasikan, Indonesia sedang membuka pintu bagi banyak masalah baru. Perjudian dikenal sebagai hiburan mahal yang sering berujung pada kehancuran. Banyak keluarga yang luluh lantak karena anggota keluarganya ketagihan berjudi, dan akhirnya semua tabungan tersedot ke meja roulette.

Bukannya menambah pendapatan negara, perjudian justru sering kali membawa kerugian lebih besar dibandingkan keuntungannya. Ekonom Earl L. Grinols dalam bukunya Gambling in America: Costs and Benefits (2004), mengungkap hasil studi berbasis data bahwa setiap 1 dolar penerimaan negara dari legalisasi judi menimbulkan kerugian sosial sebesar 7 hingga 10 dolar.

Industri perjudian sering kali menjadi tempat pencucian uang yang nyaman. Tanpa regulasi super ketat dan pengelolaannya yang tidak transparan, kasino bisa menjadi sarang para mafia dan koruptor yang ingin mencuci uang hasil kejahatan mereka dengan rapi dan mulus. Belum lagi potensi kawasan perjudian menjadi tempat aktivitas kriminal seperti kejahatan terorganisir, penggunaan senjata ilegal dan peredaran narkoba hingga perdagangan manusia.

Masih Banyak Pilihan Meraup Cuan

Boleh jadi, negara memang sedang pusing cari duit. Tapi jangan sampai kebijakan dibuat seperti taruhan. Masih banyak cara lain kalau mau serius. Seperti terus mengoptimalkan sumber daya alam yang melimpah, seperti minyak, gas, dan mineral sekaligus meningkatkan efisiensi pengelolaannya untuk meningkatkan pendapatan. Apakah ini sudah dilakukan?

post-cover
Ilustrasi – Kilang minyak dan gas, industri petrokimia. (Foto: ANTARA/HO-Biro Humas Kemenperin/am)

Indonesia selain memiliki sumber daya alam dari Sabang sampai Merauke, punya diaspora digital, atau wisata alam yang bisa bikin influencer dunia jatuh cinta. Jangan malah membuka kasino, seperti seseorang yang menjual motor demi membeli kupon togel.

Investasi dalam industri kreatif, digital, dan teknologi dapat membuka peluang ekonomi baru tanpa harus bergantung pada perjudian. Selain itu, sektor ekonomi halal memiliki potensi besar dengan perputaran mencapai triliunan rupiah per tahun. Penguatan industri halal dan keuangan syariah dapat menjadi solusi yang lebih berkelanjutan. 

Pemerintah juga harus terus memperbaiki sistem pajak. Ada ribuan perusahaan yang masih bebas menghindari pajak lewat celah aturan. Belum lagi para pejabat yang enggan membayar kewajibannya tapi memamerkan mobil mewah dan jam tangan harga selangit. Benahi pula BUMN yang lebih sering rugi, pemberantasan korupsi (tapi serius, bukan sekadar jargon), dan kembangkan sektor riil yang menyerap investasi dan tenaga kerja.

Dengan berbagai alternatif yang lebih berkelanjutan, rasanya melegalkan kasino bukanlah solusi terbaik. Mungkin legalisasi kasino bisa menambal lubang anggaran, tapi dengan risiko moral, sosial, dan politik yang begitu besar, benarkah itu harga yang pantas? 

Seperti pemain blackjack yang berharap kartu 21, negara seolah menggantungkan nasibnya pada keberuntungan. Padahal, dalam manajemen negara, yang dibutuhkan bukan dewa keberuntungan, tapi kapabiltas, integritas dan strategi. Jangan sampai kebijakan ekonomi bergantung pada mesin jackpot dan nasib negara ditentukan hasil lemparan dadu.

Komentar